Sang
pembelajar (The Learner)
Oleh
Andi Yanto
Arti sebuah nama
Tulisan yang terlihat diam
itu kelihatan mati, tetapi nafas-nafas dari penulisnya akan senantiasa hidup,
bahkan ketika penulisnya mati karena sejatinya tulisanyalah yang akan membuat
diri penulisnya seolah-olah hidup di hati insan yang membacanya
Mungkin orang akan
meragukan siapa diri kita. Hanya kita yang perlu percaya tentang siapa diri
kita. Karena jika orang lain saja sudah tidak percaya dengan diri kita maka
diri kitalah yang harus percaya pada diri sendiri.
|
Sang Pembelajar |
|
“Sang
Pembelajar” dua kosa kata ini sering aku
lekatkan di belakang namaku. Semua bukan karena sesuatu yang tidak bermakna
melainkan aku menaruh harapan besar dari nama itu. Kadang aku sering mendapati
orang-orang di sekitarku menanyakan tentang nama “sang pembelajar” Apa sih
maksudnya?
Pertanyaan
itu kerap membuat aku ingin menjawab sesuai dengan kapasitasku. Mungkin ada
benarnya pertanyaan itu. Tapi aku juga punya alasan tersendiri tentang nama
“Sang Pembelajar”.
Nasehat
yang sering aku terima bahwa ketika kita mau belajar dari seseorang atau apapun
usahakan diri kita jangan
seperti gelas yang terisi penuh. Ibaratnya teko
adalah orang yang berilmu ia bisa
lebih
muda atau lebih tua dari kita , Air sebagai Isi atau Ilmunya dan gelas adalah
kita yang akan di isi Air
(Ilmu) oleh si
teko itu.
Ketika
ada teko yang berisi maka aku menganggap aku sebagai gelas yang kosong atau
terisi. Kenapa harus kosong dan harus terisi? Itu tergantung dari jenis ilmu
apa yang akan kita pelajari dari orang yang akan mengajari kita. Maksudnya
ketika benar-benar tidak tahu tentang sesuatu dan ingin belajar dari seseorang
maka berperanlah seperti gelas yang benar-benar kosong karena memang tidak ada
isi sebelumnya alias tidak ada isinya sebelumnya. Dan ini akan menghasilkan
sepbuah kemungkinan mendapatkan ilmu yang jauh lebih banyak di karenakan kita
memang memposisikan diri sebagai yang kosong alais tidak terisi.
Sedangkan
ketika kita belajar dengan seeorang atau hal apapun maka kita berperan seperti
gelas yang tidak kosong tetapi terisi dan jangan penuh. Kenapa harus terisi dan
tidak boleh penuh? Karena kita sebelumnya memang sudah tau hal yang di ajarkan
atau hal yang kita pelajari. Manfaat lainya adalah kita punya dasar-dasar yang
bisa kita gunakan sebagai bahan referensi yang dapat kita perkaya dengan
pengetahuan yang baru atau juga bisa di gunakan untuk mengkritisi pengetahuan
yang baru alias sebagai pembanding untuk mencari relevansi. Ketika kita
mendapatkan Air (Ilmu) yang baru maka kita mampu membuar gelas kita menjadi
penuh.
Kalau
pun kita sudah tahu terus kita berpura-pura seolah penuh atau berisi penuh maka
yang ada adalah rasa sombong alias tidak mau menyerap ilmu yang diberikan. Dan
itu sama saja seperti analogi gelas penuh yang di isi oleh teko yaitu akan
luber dan tumpah alias tidak masuk kedalam gelas.
|
Belajar itu kita harus seperti gelas kosong |
Ketika
aku belajar baik pada orang pada teman pada siapapun aku berusaha menempatkan diri pada posisi
gelas kosong atau gelas terisi tapi tidak penuh. Karena jika kita terisi penuh
maka seberapapun bayaknya air yang di
isikan ke kita maka percuma karena hanya akan meluber tumpah, tetapi ketika aku
memposisikan kosong atau terisi tetapi tidak penuh maka aku bisa menampung air
yang di tuangkan ke dalam gelas tersebut lebih banyak dan lebih kaya.
Kemudian
pertanyaan lain juga aku terima yaitu : nama Sang Pembelajar itu seolah-olah
maunya belajar terus , terus timbul pertayaan kapan mau berubahnya? Kapan mau
aksyenya?
Maksud
sang Pembelajar disini bukan orang yang kerjanya cuma belajar melulu, atauc
belajar secara teori namun kurang dalam praktek.
Namun
seperti bayi, sosok yang tidak pernah punya cita-cita untuk berjalan namun
tau-tau ia bisa belari ketika ia tumbuh dewasa. Itu sama saja dengan proses
tumbuh kembangnya seseorang dari tidak bisa membaca dan menulis kemudian dia
belajar membaca dan menulis tulisan, setelah banyak membaca akhirnya
pengetahuan dia semakin bertambah, akhirnya dia seperti memeliki sudut pandang
yang lebih kaya, lebih banyak, memiliki kemampuan melihat fenomena dari berbgai
sudut pandang(anngle) yang ia
kolaborasikan dengan kemampuan merangkai kata dan menulis akhirnya menjadi
sebuah karya besar yang di baca oleh khalayak umat.
|
Belajar tanpa melupkan Action |
Di sini aku mengkaitkan dua hal penting. Yang
pertama latihan (belajar) dan Waktu.
Aku
termasuk orang yang percaya pada kemungkinan-kemungkinan besar yang dapat
terjadi karena perannya Latihan (Belajar) dan Waktu, artinya kita mungkin
diawal tidak bisa dalam suatu hal tetapi dengan belajar terus menerus dan
seiring berjalanya waktu pasti akan ada perubahan. apakah perubahan itu besar
atau kecil, signifikan atau tidak signifikan semua tergantung pada keseriusan
dan ketertarikan pada objek yang di pelajari, semakin serius dan semakin
memiliki rasa tertarik yang besar pada
objek yang di pelajari maka akan semakin pesat perubahan yang ada. Bukan
sekedar tidak tahu menjadi tahu tapi dari tidak tahu menjadi EXCELENT.
Orang
yang belajar dan terus belajar bukan berarti dia melupakan action, namun action akan dilakukan sambil terus
belajar. Ini namanya belajar yang berorientasi pada hasil maksimal. Seperti
halnya seorang dokter yang sedang belajar parkatek bedah, bukan berarti dia
Cuma belajar praktek bedah secara teori saja, melainkan ia praktekan dan
selanjutnya ia tetap terus mempelajari teori tentang praktek bedah itu sendiri
supaya ia bisa menemukan kebaikan-kebaiakan ilmu di dalamnya supaya nantinya
bisa melakukan praktek bedah secara lebih baik-lebih baik dan semakin lebih
baik.
Seperti
halnya dengan para trainer-trainer motivasi mereka belajar tentang personality
development tentang kata-kata motivasi dan sebagainya, sambil belajar tentang
hal tersebut dia / mereka akan mempraktekannya dengan cara memotivasi orang
lain. Pun sama dia juga butuh di motivasi dari orang lain juga.
Seperti
juga harapanku dari nama Sang Pembelajar ini, semua bukan berarti aku terus
mengejar pada proses belajarnya saja, melainkan sedikit demi sedikit aku
praktekan walaupun belum maksimal tetapi aku tak mau berhenti pada kata “belajar”
saja.
|
Tujuan dari ilmu adalah menciptakan kehidupan menjadi lebih baik |
Tujuan
Ilmu adalah untuk menciptakan kehidupan menjadi lebih baik sekaligus menghilangkan
kebodohan. (Bahkan jika kamu seiman dengan aku maka ilmu yang baik adalah
syarat untuk meraih kevahagiaan pada dua hal yaitu di dunia dan di akhirat.)
Untuk
mendapatkan ilmu harus belajar dan belajar bisa di mana saja bisa pada orang
yang berilmu, pada alam, pada diri sendiri pada pengalaman dsb. Aku pun merasa
ingin selalu bisa belajar dimana saja aku berada. Supaya aku bisa menghilangkan
kebodohan yang melekat pada diriku. Maka dari itu aku sering melekatkan nama
“Sang Pembelajar” karena aku ingin selalu belajar. Aku menyebut diriku dengan
sebutan sang Pembelajar adalah sebutan sekaligus harapan untuk diri sendiri
supaya mau terus belajar sebagaimana
anak kecil yang terus menerus belajar supaya bisa berjalan. Awalnya ia akan
tertatih-tatih saat merangkak. Akan jatuh bangun jatuh lah lagi, bangun lagi
jatuh lagi bangun lagi sampai berkali kali sampai benar-benar bisa berjalan dan
suatu keniscayaan pun berhak ia terima yaitu kemampuan bahwa ia bisa berlari.
|
Nama
“Sang Pembelajar” ada karena aku ingin selalu belajar | |
Aku ini penuh dengan kebodohan yang melekat pada diri,
aku juga bosan dan jenuh di lekati dengan kebodohan yang tiada habisnya, jadi aku ingin
belajar supaya hilang kebodohan itu.
Kenapa
harus pake “Sang” bukan “Si” seperti “Si Pembelajar”. Jawabanya adalah kembali
ke SMP kemudian pelajari lagi tentang penggunaan dua kata “Sang” dan “Si” sang
memliki pengaruh makna yang bagus daripada “Si” dan memberi unsur kepantasan.
Silakan
amati dan simpulkan sendiri perbandingan di bawah, pasti tau sendiri maksudnya
seperti apa.
Sang
Raja dan Si Raja
Sang
Penderma dan Si Penderma
Sang
pencuri dan Si Pencuri
Sang
pengemis dan Si pengemis
Sang
pemalas dan Si Pemalas
Mungkin
sebagian kita percaya bahwa menjadi diri sendiri itu sulit ketika kita berada
di tengah derasnya arus globalisasi, seolah kita latah meniru sana meniru sini.
Dengan diri sendiri kita layak menjadi apa adanya diri kita. Apa adanya pun
tidak cukup, karena kita punya pilihan yaitu memilih menjadi “apa adanya diri
kita yang biasa-biasa saja’” atau menjadi “apa adanya diri kita yang terbaik” maka jatuhkan pilihan kita pada menjadi “apa
adanya diri kita yang terbaik” alias menjadi yang terbaik dari apa adanya diri
kita, kalau seperti ini berarti ada usaha untuk memaksimalkan diri,
memaksimalkan potensi barulah setelah itu kita menjadi apa adanya diri kita
denga segala potensi yang menyertainya.
Aku
masih belajar untuk tahu, supaya tidak bodoh dan jauh dari hal yag merugikan.
Sang
Pembelajar.
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :