Pages

Yakinlah dengan mimpi-mimpi kita, Percayalah dengan apa yang kita yakini.

Ketika orang-orang di sekitar kita mulai meragukan kemampuan kita, maka satu-satu nya cara untuk tetap bertahan adalah, kita harus yakin dengan diri kita. Orang lain tidak akan percaya dengan kita selama kita sendiri meragukan diri kita sendiri.

Ibu Sri Mulyani (Managing Director of World Bank) : Kiprah kita tak boleh berhenti sebatas wilayah.

Mengingat diri kita adalah manusia dengan kapasitas berfikir yang lebih sempurna, kita memiliki tanggung jawab peran untuk melakukan hal terbaik, tidak hanya di tataran lingkungan sendiri (jago kandang ) melainkan juga berani di luar kandang.

Bapak Roy Suryo (Menpora RI) : Energi pemuda itu seperti tidak pernah ada habisnya.

Menjadi Pemuda adalah sebuah takdir sekaligus pilihan, yang meyakini pilihan adalah ketika kita mau menggunakan energi pemuda itu untuk memberikan manfaat kepada linkungan sekitarnya. Hidup Pemuda Indonesia.

Anies Baswedan Menteri Pendidikan: Pendidikan adalah eskalator peradaban.

Memilih untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya demi terciptanya peradaban yang lebih baik bukanlah impian yang salah.

Bapak Dahlan Iskan (Menteri BUMN RI) : Selalu lakukan hal dengan kesungguhan dan ketekunan.

Jika kita merasa pantas memiliki mimpi, maka yakinilah kalau kita pantas meraihny.

Bapak Ruhut Sitompul : Dialog kebersamaan itu tercipta.

Hanya menyapa dan memanggil nama, semuanya terasa akrab, meski terbiasa dibatasi layar kaca.

Saya percaya senyum telah merekat kuat.

Kebersamaan akan selalu menciptakan kesempatan untuk tersenyum lebih hangat, tertawa lebih renyah dan kedekatan persahabatan yang terikat keuat.

Bapak Renald Kasali Tokoh Perubahan Nasional.

Kita jangan kalah seperti bunglon,;Jangan Takut Melakukan Perubahan!..” “Change is the only evidence of life”.

Ahmad Fuadi (Penulis Novel Best Seller Trilogi Negeri 5 Menara): Man Jadda Wa jadda

Jika mau mendapatkan apa yang kita inginkan, pertama adalah usaha, kedua usaha, ketiga juga usaha selanjutnya berdoa dan tawakal kepada tuhan.

Fourm Indonesia Muda (FIM): Kita akan selalu memilih.

Keputusan besar diambil ketika kita tahu bahwa kita pantas tumbuh menjadi pribadi yang mau terus tumbuh dan belajar berjiwa besar.

PPAN : Terpilih untuk memilih

Dalam hidup kita selalu mendapatkan kesempatan untuk memilih, pun juga terpilih untuk memilih.

Keberagaman membuat kita semakin kaya

Keberadaan diri kita di muka bumi ini adalah bagian kecil dari sebuah kekuatan besar yang ada di dunia, bisa benar - benar terwujud jika kita mampu menyatukan setiap bagian-bagian kecil tersebut menjadi satu.

Pemuda harus terus bergerak untuk maju.

Menjadi Pemuda adalah sebuah takdir sekaligus pilihan, yang meyakini pilihan adalah ketika kita mau menggunakan energi pemuda itu untuk memberikan manfaat kepada linkungan sekitarnya.

Menggali nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Sebagai pemuda yang mencintai tanah airnya, menggalih pemahaman tentang budaya adalah harga mati

GALA DINNER Bersama Jajaran Menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Kepercayaan, kepantasan akan menjadi hadiah bagi mereka yang mengusahakannya.

Membuka senyum adalah anugrah terindah.

Senyum itu pertanda bahwa ada kehangatan dalam bentuk kebahagiaan yang ditularkan.

Iwan Sunito (Miliarder Indonesia di Autralia) : Kata beliau "Ndi, kamu pasti bisa lebih sukses ".

Energi yang di tularkan orang besar memiliki kekuatan besar yang sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang.

On Air : Sekali di udara tetap di udara".

Demikan pesan-pesan kebaikan telah terhaturkan, bukan untuk menggurui hanya saling menasehati

Hasrat untuk peduli itu adalah panggilan jiwa.

Menjadi Pemuda adalah sebuah takdir sekaligus pilihan, yang meyakini pilihan adalah ketika kita mau menggunakan energi pemuda itu untuk memberikan manfaat kepada linkungan sekitarnya. Hidup Pemuda Indonesia.

Teladan diri adalah ketika kita mencoba berpenampilan terbaik.

Respect atau menghormati adalah bukan sekedar kita memberi apresiasi kepada orang lain, namun bagaimana kita menghormati diri sendiri terlebih dahulu.

Kekuatan terbesar itu adalah ketika kita mau bersinergi.

Potensi besar itu akan menjadi lebih besar lagi apabila kita mau bersinergi satu sama lain. Tiada hal remeh jika kita mau bersinergi.

Lebarkan sayap silaturahmi, temukan hikmah yang terserak

Ciptakan nilai tambah dimanapun kita berada. Bangunlah jaringan pertemanan sebanyak mungkin.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono : Untuk sampai bertemu denganya haruslah memantaskan diri.

Memantaskan diri adalah sebuah persiapan untuk menghadapi kenyataan dari meraih mimpi. Percayalah, persiapan membuat segala hal terasa lebih percaya diri untuk di hadapi.

Satu langkah menuju perbaikan adalah kemajuan.

Lingkungan positif memberi peranan besar dalam pembentukan siapa diri kita. Menjadi baik dan buruk di tentukan oleh lingkungan sekitar kita. Berani maju?? Carilah lingkungan positif.

Kebersamaan selalu memperkaya segala hal.

Hanya orang-orang dekat yang menganggap diri kita adalah bagian hidupnya--- yang mau merasakan susah dan senang bersama.

Kekeluargaan itu penting karena disitulah cinta bersemayam dan berkembang.

Saling mengisi, saling menggenapi adalah alasan adanya kebersamaan. Disitulah kita seharusnya tumbuh bersama.

Sebuah makna TEAM (Together Everyone Achieve More)

Dua tangan lebih baik dari satu tangan, tiga tangan lebih baik dari 2 tangan, semakin kita mampu berkolaborasi dalam sebuah team. Memberikan kita kesempatan berkembang lebih cepat.

Kemenangan itu bukan milik aku atau kamu tetapi milik kita.

Keberhasilan itu di ukur bukan dari hasil yang di raih saja melainkan dari pelajaran- pelajaran berharga yang di peroleh selama proses percapaianya.

Bapak Elmir Amin pendiri Forum Indonesia Muda (FIM) : Habiskan Jatah Gagalmu

Kegagalan ada batasnya, begitulah kata beliau. Jika ingin tau bagaiamana menentukan masa depan suatu bangsa bisa di lihat dari bagaimana pemudanya sekarang.

Memiliki cita-cita mulia salah satunya adalah menjadi bermanfaat.

Pertanyaan yang susah di jawab oleh diri kita adalah “Apa yang telah kita berikan kepada sesama?”

Yakinlah dengan mimpi-mimpi kita, Percayalah dengan apa yang kita yakini.

Ketika orang-orang di sekitar kita mulai meragukan kemampuan kita, maka satu-satu nya cara untuk tetap bertahan adalah, kita harus yakin dengan diri kita. Orang lain tidak akan percaya dengan kita selama kita sendiri meragukan diri kita sendiri.

Sabtu, 28 September 2013

Anak jalanan juga berhak sekolah,kan?




Fenomena anak-anak jalanan adalah wujud nyata paradoks tatanan masyarakat yang benar-benar ada dilingkungan kita, di saat generasi sedang di elu-elukan sebagai penyambung tongkat estafet prestasi bangsa. Ambil saja contohnya di kota Purwokerto, di daerah perkotaan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan, berada di tengah-tengah pusat kota tepat di sebelah taman kota yang terkenal dengan sebutan “Andhang Pangrenan”, di Kampung Dayak atau Kampung Sri Rahayu, disinilah mimpi-mimpi anak-anak jalanan mengantarkan essay ini di hadapan pembaca, mengulas tentang geliat kehidupan dan kondisi kampung Dayak serta paradoks yang kentara pada pendidikan di kampung ini, bahkan memulung, mengamen, mengemis, menjual “daging mentah” sebagai  PSK adalah profesi yang di anggap lumrah di kampung ini, semua bermuara pada satu permasalahan, ialah “uang”. Begitu pelik, tetapi harus di Ingat tambang intelektual “anak bangsa” perlu di perhatikan, saatnya Anak jalanan butuh untuk sekolah, Entaskan mereka untuk pendidikan.







 (di kampung Sri Rahayu/ kampong Dayak, Purwokerto ; Banyumas)
Mengutip maklumat agung dari penggalan kalimat pada pembukaan undang-undang dasar 1945 yang berbunyi, “………ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa,”  kalimat inilah yang menjadi pemantik gairah penulis untuk menulis essay ini. Mencoba menyuarakan fenomena serius yang keberadaanya tidak jauh dari tempat diaman kita tinggal, ini hanya salah
satu dari beberapa fenomena yang terjadi disekitar kita; yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
Indonesia, bangsaku ini seperti tak henti-hentinya di gadang permasalahan, entah itu politik, sosial, budaya, krisis kepemimpinan, korupsi atau apapun, tetapi bukan saatnya lagi kita tinggal diam dengan permasalahanan yang ada, saatnya berbenah, saatnya memperbaiki. Melalui tulisan ini penulis mencoba bersama mencari solusi untuk Permasalahan yang ada, Penulis menyoroti fenomena dari kondisi masyarakat yang terjadi di lingkungan sekitar kampus penulis, komplek Universitas Jenderal Soedirman kota Purwokerto Jawa Tengah , ada sebuah desa yang terletak di tengah-tengah pusat kota tepat di sebelah taman kota yang terkenal dengan sebutan “Andhang Pangrenan”, desa itu bernama  Sri Rahayu, atau biasa dikenal sebagai kampung Dayak, desa tersebut terlatak di dekat terminal lama kota Purwokerto, istilah “Kampung Dayak” disematkan untuk nama desa tersebut bukan karena penduduknya yang kebanyakan berasal dari suku dayak melainkan karena banyak penduduk  dari kampung tersebut yang tinggal atau keluar masuk kampung itu dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama. Mereka hanya tinggal paling lama sebulan, selain itu kampung ini dihuni dengan waria dan beberapa anak jalanan yang sangat membutuhkan perhatian dari kita semua.
Kampung Dayak hanya terdiri dari 155 kepala keluarga, dengan pendapatan rata – rata dibawah Upah Minimum Rakyat (UMR), hal ini merupakan sebuah potret buram kehidupan bahwa kemiskinan tidak hanya melanda kota besar saja tetapi juga desa di tengah tengah pusat taman kota. Berdasarkan data penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) Kabupaten / Kota Banyumas tahun 2011, jumlah keluarga fakir miskin mencapai 94.451 KK dan baru 1.250 yang ditangani, sedangkan untuk keluarga berumah tak layak huni mencapai 22.408 KK dan baru 30 rumah yang sudah ditangani.
            Permasalahan yang ada tidak diikuti dengan penanganan yang tepat dari pemerintah. Apabila kita cermati lebih lanjut, di kampung ini terdapat lebih dari 60 KK yang dikategorikan miskin dalam satu RT. Jika dalam sebuah kecamatan terdapat 5 RT, maka sudah 300 KK yang miskin. Siapa yang menyangka bahwa ada sebuah kampung yang secara tidak langsung mengklasifikasikan dirinya sebagai kumpulan pekerja “informal” yang memiliki keterbatasan secara finansial, sehingga mereka membuat sebuah kampung bernama Sri Rahayu atau lebih dikenal dengan sebutan Kampung Dayak ini. Mayoritas profesi sebagai pengamen, anak jalanan, pengemis, bahkan PSK merupakan jalan satu – satunya bagi mereka untuk memenuhi kehidupan sehari - hari. Profesi yang dianggap layak seperti pengusaha asongan, kuli, tukang batu dan supir justru menjadi profesi yang minoritas dikampung ini.
Kehidupan sosial di kampung ini seolah - olah membuat pagar pembatas sendiri dengan masyarakat yang lain di sekitar kampung tersebut,  bahwa hanya profesi tertentu saja yang dapat tinggal di kampung ini, serta membatasi pergaulannya dengan dunia luar kecuali ketika profesi mereka menuntut belas kasihan orang dijalan (meminta-minta). Rendahnya pendidikan, minimnya lapangan kerja, serta sedikitnya uluran tangan dari pemerintah membuat warga dari kampung ini hanya mengandalkan kemampuannya yang terbatas. Sungguh ironi memang, apabila kita menelusuri lebih lanjut tentang keadaan masayarkat di kampung ini tentang penghasilan yang tidak sebanding dengan usaha dan kerja keras mereka belum lagi keadaan orang tuanya yang masih memiliki masalah dalam data kependudukan, sebagian besar mereka tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) karena masih buta aksara dan merasa malu mengurusnya karena memang di kucilkan oleh masyarakat dari kampung sebelahnya, hal ini berpengaruh pada keberlangsungan hidup mereka untuk akses fasilitas publik kedepanya.
 Menurut Ibu Siur (38 tahun), beliau adalah  seorang pengamen jalanan, dia berkata bahwa penghasilan Rp. 20.000,- per hari tidak mampu mencukupi biaya makan dia dan 1 orang anaknya. Tidak jauh berbeda dengan Ibu Siur, Ibu Emi (32 tahun) mantan pekerja seks komersial (PSK) yang sekarang telah menjadi tukang asongan, mengaku bahwa pendapatan Rp. 20.000,- per hari ditambah upah suaminya sebagai tukang rongsok dan parkir, tetap saja tidak dapat mencukupi biaya kehidupan sehari – hari.
Selain penghasilan yang membuat mereka dikategorikan sebagai keluarga miskin, indikator rumah tidak layak huni menyempurnakan status mereka dalam deretan daftar orang fakir dan miskin di Indonesia. Rumah yang hanya beratap genteng bekas, berpondasikan bambu, berdinding kayu lusuh, beralaskan lantai dari tanah atau semen seadanya merupaka satu – satunya tempat bagi mereka dengan keluarganya berlindung dari sengatan matahari dan udara malam yang menusuk. Kemudian ketika mereka ingin memasak, maka mereka harus menyulut api ke kayu terlebih dahulu, karena tidak mampu membeli minyak tanah atau gas.
            Maka secara tidak langsung dengan keadaan seperti ini efeknya sudah terasa oleh anak – anak yang tumbuh di daerah sana. Lingkungan sosial kampung Sri Rahayu telah membentuk komunitas anak – anak mereka untuk menjadi anak-anak jalanan dengan segudang masalah sosial ynag diwariskannya, dan tentunya juga dampak lain yang anak-anak jalanan terima di antaranya mereka mengalami kesusahan dalam akses pendidikan, hal ini menjadi persoalan rumit yang akan berpengaruh pada masa depan mereka. Melihat seolah begitu banyak masalah sosial terjadi dikampung ini, terkadang orang tua malah tidak peduli dengan nasib anaknya walaupun anaknya itu masih berumur terlalu muda untuk terjun di jalanan kota Purwokerto, ledakan penduduk dikampung tersebut bisa jadi alasan berkurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya, kebanyakan 1 KK memiliki 4-5 anak dengan jarak yang masih berdekatan dan tinggal di rumah kecil yang penuh sesak 1 rumah terdiri dari 4KK dengan 4-5 anak masing-masing KK , alasan lain bisa jadi susahnya pemenuhan kebutuhan hidup untuk anggota keluarga jadi dengan turunnya anak-anak mereka kejalan, anak-anak mereka bisa menemukan makanan dari belas kasihan orang lain.
Pengakuan dari pada anak – anak jalanan di sana  bahwa ketika mereka tidak pulang ke rumah lebih dari 2 hari pun kecenderungan untuk dicari atau dikhawatirkan orang tua sangatlah kecil malah sebagian malam mereka habiskan dengan tidur di beberapa warnet (warung internet), bahkan mereka tak mampu lagi membedakan mana jam bermain dan mana jam pulang kerumah sangat mengenaskan untuk anak dibawah umur harus berhadapan langsung dengan kerasnya kehidupan jalanan mereka.
Penulis merasa trenyuh ketika menanyakan kepada seorang adik kecil sebut saja Ika (nama samaran), ia berusia 8 tahunan, usia yang sangat produktif, orang tuanya sudah tidak ada, ia ikut bersama neneknya. Saat itu penulis sedang berkunjung ke kampung Sri Rahayu  bersama teman-teman lain, sedang mengadakan acara buka bersama dengan anak-anak jalanan, penulis bertanya,”Adik, sekarang kelas berapa” reni menjawab, “aku ora sekolah mas, di kongkon mbah mbantu mulung sampah”(aku tidak sekolah, mas, disuruh Nenek ikut membantu memulung sampah), betapa miris mendengar pengakuan adik kecil tersebut, usia belia yang seharusnya bisa merasakan pendidikan di negeri ini.
Kondisi ini sangat jelas memperlihatkan pada kita, betapa paradoks dalam tatanan masyarkat begitu nyata, kampung Sri Rahayu terletak di tengah-tengah ramainya kota Purwokerto, di sudut bumi lain di purwokerto bisa jadi anak-anak lain sedang sibuk memilih sekolah terbaik, sekolah jempolan tetapi di sudut rumah-rumah tak layak huni di kampung Sri Rahayu ini, banyak sekali harapan-harapan anak anak tonggak masa depan  yang hampir pupus untuk menikmati bagaiamanaa rasanya bisa sekolah, karena sejatinya kalau disuruh memilih maka ia akan memeilih sekolah dari pada menjadi anak jalanan yang menurut pengakuan mereka , ia merasa malu dengan aktifitas tersebut.
Saatnya Mengentas pendidikan.
Melihat kondisi anak-anak jalanan yang berada pada usia produktif yang secara paksa “terseret kejalan” dan juga menyadari keberadaan “Potensi Emas” dalam diri mereka sama halnya seperti membiarkan potensi besar negeri ini tersia-siakan, mereka perlu mendapatkan perhatian dari kita semua, mengakomodir semua kekuatan hebat dari potensi besar mereka, tugas kita adalah bagaiamana membuat mereka sadar dan mau melakukan proses pendidikan (bersekolah) dan pembinaan lainya , karena bukan semudah membalikan telapak tangan tetapi perlu kesungguhan dan usaha terus menerus untuk membuat mereka sadar tentang arti pentingnya pendidikan, upaya tersebut diharapkan mampu menyadarkan mereka kalau diri mereka boleh bermimpi, ini bertujuan supaya ada semangat dan keyakinan besar bahwa kelak ia akan menjadi apa yang mereka impikan, mengajak supaya mereka benar-benar yakin dengan segudang mimpi yang pernah ia tumbuhkan dalam benak mereka.
Setidaknya, ini menjadi kalimat yang perlu direnungkan solusinya “Aku ora sekolah mas, di kongkon mbah mbantu mulung sampah” (aku tidak sekolah, mas, disuruh nenek ikut membantu memulung sampah)

Mereka berhak sekolah, seperti anak Indonesia yang lainnya juga.

0 komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :

Baca juga tulisan di bawah ini :