Aku tak menyalahi kehadiranya yang nisbi, Aku punya alasan kenapa aku menyebutnya nisbi, nisbi karena semua punya takaran dan asumsi yang berbeda tentang ini, Aku menghimpun semua nalarku, akupun menyuruh hati untuk bertanya, Apakah hal “ itu “ memaksa? Sungguh sangat tipis aku menerjemahkannya, seumpama aku berdiri dibatas garis yang mampu mengetahui dua batas makna itu, atara “ indah “ dan “ ketakutan”. Aku sadar intaian perasaan itu merampas perhatianku, kecamuk badai ketakutanpun terus menerus mengejar-ngajar aku dengan definisi yang antah-berantah, ia lekat dan melekat walau kadang sempat terburai-burai laksana debu tersapu angin.
Ketika angin memaksanya untuk terburai selalu saja akan aku pungut dan kumaknai setiap bongkahannya supaya aku belajar dari bongkahan itu, tentu masih dengan “ batasan “ yang masih membagi diriku dengan perasaan yang seperti badai berkecamuk tersebut.
Karena nya itupula aku terhuyung pontang-panting diseret-seret oleh maknanya, seperti melabrak ku hingga terbanting dan membentur sebuah batu besar dan terpental lumayan jauh.
Batu itu gusar, dan ia seolah berbicara padaku “Sungguh, makhluk jenis manusia memang tak kenal perasaan, melihat hati yang isinya terburai-burai saja biasanya masih tertawa, apakah ada dari jenismu yang peduli dan mau menjaganya dan membiarkannya tetap ada, ingatlahlah ketika indahnya merekah dan bersinar, kau apakan ia , kau memujanya bahkan melupakan apa yang seharusnya kamu ingat”
Aku tertegun dengan hampa, aku menghampirinya berhamburan kearah batu tersebut, dengan bertumpu kaki yang masih sangat lemas ini. Kemuadian lamat-lamat aku amati batu itu, ia diam seperti tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.
Sesuatu yang berkecamuk tadi membuat semburat perasaan pada manusia mulai berangsur tercabut hilang dalam lekang yang berjarak, ia terbagi dalam definisi ketiadaan. “Ketiadaan yang akan aku usahakan untuk tetap ada kerena KEBERADAANYA DIBUTUHKAN atau bisa jadi __ ketiadaan yang akan aku ikhlaskan untuk tiada karena ADA SAAT DAN WAKTUNYA “
suara tulis ini ada karena “ kecamuk itu ada ” atau aku yang bodoh.Tetep Semangat....
doa
BalasHapus