·
"Teruslah
memberi meski sedikit, teruslah berkarya meski hanya sekedar tulisan lusuh.”
Aku berdiri sendirian kemudian duduk terpekur di bawah
teduh pohon ketapang, denyut kehidupan tampak begitu lenggang, angin
sepoi-sepoi menghantarkan kedamaian hingga sampai ke ulu hati. Aku pun damai
karenanya. Burung gereja bercericit penuh riang di atas rindang dedaunan pohon
ketapang, serupa merayakan sebuah pesta kemenangan, sesekali mata ini asyik
melihat burung gereja yang bertingkah menggoda lawan jenisnya, awan putih
bergumpal di langit siang, serupa kapas putih begitu cerah bahkan menyilaukan
mata. Siang ini begitu terik menyengat beruntung pohon ketapang ini menolong ku.
Mataku mengerjap-ngerjap membaca larik demi larik
pahatan kata-kata yang di tulis oleh sahabatku yang aku lihat di handphone. Aku
terkesima bergumam dalam hati tentang sebuah pengakuan, lebih tepatnya ingin
memuji, Apa memuji? Dikira gila, bebicara pada alam yang lenggang di siang yang
teduh di bawah pohon ketapang, siapa yang akan mendengarkan aku?. Aku ingin
memujinya meski dalam keadaan sepi. Tulisan yang luar biasa dari sahabatku.
****
Perhatian ku terus tersedot untuk membaca dan terus ,
membaca mengilhami setiap rembasan isi hatinya yang menjelma menjadi tulisan,
tulisan itu serupa berbicara dengan aku, Magis , aku semakin terkesima, tulisan itu seakan bertutur
dengan lembut, tak pernah sedikitpun bertingkah menggurui. Wajar jika tulisan
itu begitu membekaskan sebuah kesan yang dalam teramat sangat. Di sini di dalam
hati ini.
Perhatian ku tergangu,
mendengar suara gaduh 2 pejantan burung gereja yang sedang bertarung memperebutkan
sang betina jelita yang mereka kagumi, sungguh semacam manusia saja, begitulah
tingkah mereka sesama makhluk tuhan yang di bekali perasaan untuk tertarik pada
lawan jenisnya. Aku tak mau menggangu mereka, takut mengganggu urusan 2
pejantan burung gereja itu, aku putuskan berpindah ke pohon ketapang
sebelahnya. Melanjutkan membaca tulisan sahabatku.
Aku sungguh sangat mengagumi karya tulisan dari
sahabat-sahabatku, Mereka
berkiprah dari hasil berfikirnya yang menggenang kaya, ide dan gagasannya luber
merambah kemana-mana, namun mereka tau bagaimana membuatnya tidak sia-sia
terbuang, mereka tau bagaimana membuatnya lebih berarti maka mereka
memenjarakan isi fikirannya, isi suara hatinya kedalam penjara kata-kata yang
ia tulis. Ia penjarakan di Blog, di tumblr, di note-note facebook, di buku
diary dan catatan lainya. Berharap ia akan beranak-pinak melahirkan sebuah
manfaat, khasanah dan ibroh. Dan itu yang aku kagumi dari
mereka para sahabatku yang suka menulis.
Ya ,tuhan, siang ini aku benar-benar
memujinya dengan tulus dan aku iri setengah mati, Hal itu yang membuat aku
bahkan tak jarang bertanya kepadanya : “ Sahabatku, bagaimana kamu bisa menulis
sedemikian bagus, aku ingin bisa sepertimu “.
Namun jawaban yang aku terima selalu berupa tanggapan yang menenangkan,
biasanya sahabatku akan berbalik memujiku, yang sepertinya aku meragukan
pujiannya, Sahabatku berkata : ”Tulisan kamu juga bagus, layak di baca oleh mata. Aku bahkan secara jujur
ingin seperti kamu, namun aku sadar bahwa kita memiliki perbedaan, itulah yang
di sebut dengan ke-khas-an, kamu dengan gaya penulisanmu, aku dengan gaya
penulisanku, aku tak bisa menyerupaimu dan kamu juga tak seharusnya menyamaiku.
Perbedaan itulah yang akan membuat
kita dengan ciri kita, aku dan kamu sama-sama harus berkarya, perbedaan itulah
nantinya yang di harapkan akan memperkaya setiap larik-larik tulisan diam kita
yang akan berbicara untuk menghantarkan pesan lewat huruf-huruf yang berderet
membentuk kata, kita percaya bahwa kata-kata itu terangkai dalam barisan phrase
yang sama-sama kita kagumi kandungan maknanya, karena phrase itu di dasarkan
hati yang ikhlas aku yakin akan membentuk kalimat yang berbunyi dan mampu di
dengar oleh telinga hati. Teruslah berkarya sahabatku, berkaryalah, jangan kau
harapkan sama Antara aku dan kamu, kamu dengan warna mu aku dengan warna ku,
pelangi indah bukan karena satu warna, bukan? Teruslah memberi meski sedikit,
teruslah berkarya meski hanya sekedar tulisan lusuh.”
****
Aku takzim jika mengingat jawaban itu, dengan sepoi angin di bawah pohon ketapang yang merembas sampai
ke relung yang paling dalam, di tambah rasa damai karena jawaban yang begitu
bijak. Siang yang panas dan terik itu seperti meluruh.
Aku pun mencoba menarik pelajaran berharga dari jawaban sahabatku. Bahwa kita tak seharusnya menjadi seperti orang lain, kita tak
seharusnya menjadi sama dengan orang lain , karena kita tak akan pernah bisa,
diri kita adalah diri kita, kita bukanlah mereka, aku dan kamu berbeda satu
sama lain. Aku dengan kelebihan dan kekurangan yang melekat dalam diriku dan
kamu dengan kelebihan dan kekurangan yang melekat dalam dirimu. Selamanya tak
akan pernah bisa sama. Seperti
nasehat itu, kita di minta menjadi pelangi yang terdiri dari berbagai warna,
memberikan keindahan untuk mata, jika pelangi untuk mata, maka tulisan akan
lebih banyak menjangkau indra-indra lainya bahkan yang kasat sekalipun yaitu
isi hati.
Di Atas pohon ketapang yang
teramat rindang ini aku lihat salah satu pejantan memenangkan pertarungan dalam
memperebutkan sang betina jelita yang burung gereja itu kagumi. Mereka berasyik
– masyuk melakukan ritual sacral untuk melanjutkan generasi kehidupanya.
Sebelum aku selesai menuliskan ini, Aku ingin mengulangi
nasehat sahabatku yang begitu bijak, “Teruslah memberi meski sedikit,
teruslah berkarya meski hanya sekedar tulisan lusuh.”
Ya tulisan adalah karya, sebentuk pemikiran jerih dari
angan yang bisa kita bagi. Berbagi meski hanya sekedar tulisan lusuh katanya,
kata sahabatku. Mari berbagi.
Di catat pada : Rabu 4 Juni 2014 Pukul 13:40 WIB di
Purwokerto, Jawa Tengah
( Tulisan ini juga bisa di baca di Blog SANG
PEMBELAJAR : Disini )
Andi Yanto
Sang Pembelajar
Di tulis ulang dari Diary tercinta.
“Semangat menulis, satu hari minimal satu judul
tulisan di tahun 2014”
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :