Pages

Yakinlah dengan mimpi-mimpi kita, Percayalah dengan apa yang kita yakini.

Ketika orang-orang di sekitar kita mulai meragukan kemampuan kita, maka satu-satu nya cara untuk tetap bertahan adalah, kita harus yakin dengan diri kita. Orang lain tidak akan percaya dengan kita selama kita sendiri meragukan diri kita sendiri.

Ibu Sri Mulyani (Managing Director of World Bank) : Kiprah kita tak boleh berhenti sebatas wilayah.

Mengingat diri kita adalah manusia dengan kapasitas berfikir yang lebih sempurna, kita memiliki tanggung jawab peran untuk melakukan hal terbaik, tidak hanya di tataran lingkungan sendiri (jago kandang ) melainkan juga berani di luar kandang.

Bapak Roy Suryo (Menpora RI) : Energi pemuda itu seperti tidak pernah ada habisnya.

Menjadi Pemuda adalah sebuah takdir sekaligus pilihan, yang meyakini pilihan adalah ketika kita mau menggunakan energi pemuda itu untuk memberikan manfaat kepada linkungan sekitarnya. Hidup Pemuda Indonesia.

Anies Baswedan Menteri Pendidikan: Pendidikan adalah eskalator peradaban.

Memilih untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya demi terciptanya peradaban yang lebih baik bukanlah impian yang salah.

Bapak Dahlan Iskan (Menteri BUMN RI) : Selalu lakukan hal dengan kesungguhan dan ketekunan.

Jika kita merasa pantas memiliki mimpi, maka yakinilah kalau kita pantas meraihny.

Bapak Ruhut Sitompul : Dialog kebersamaan itu tercipta.

Hanya menyapa dan memanggil nama, semuanya terasa akrab, meski terbiasa dibatasi layar kaca.

Saya percaya senyum telah merekat kuat.

Kebersamaan akan selalu menciptakan kesempatan untuk tersenyum lebih hangat, tertawa lebih renyah dan kedekatan persahabatan yang terikat keuat.

Bapak Renald Kasali Tokoh Perubahan Nasional.

Kita jangan kalah seperti bunglon,;Jangan Takut Melakukan Perubahan!..” “Change is the only evidence of life”.

Ahmad Fuadi (Penulis Novel Best Seller Trilogi Negeri 5 Menara): Man Jadda Wa jadda

Jika mau mendapatkan apa yang kita inginkan, pertama adalah usaha, kedua usaha, ketiga juga usaha selanjutnya berdoa dan tawakal kepada tuhan.

Fourm Indonesia Muda (FIM): Kita akan selalu memilih.

Keputusan besar diambil ketika kita tahu bahwa kita pantas tumbuh menjadi pribadi yang mau terus tumbuh dan belajar berjiwa besar.

PPAN : Terpilih untuk memilih

Dalam hidup kita selalu mendapatkan kesempatan untuk memilih, pun juga terpilih untuk memilih.

Keberagaman membuat kita semakin kaya

Keberadaan diri kita di muka bumi ini adalah bagian kecil dari sebuah kekuatan besar yang ada di dunia, bisa benar - benar terwujud jika kita mampu menyatukan setiap bagian-bagian kecil tersebut menjadi satu.

Pemuda harus terus bergerak untuk maju.

Menjadi Pemuda adalah sebuah takdir sekaligus pilihan, yang meyakini pilihan adalah ketika kita mau menggunakan energi pemuda itu untuk memberikan manfaat kepada linkungan sekitarnya.

Menggali nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Sebagai pemuda yang mencintai tanah airnya, menggalih pemahaman tentang budaya adalah harga mati

GALA DINNER Bersama Jajaran Menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Kepercayaan, kepantasan akan menjadi hadiah bagi mereka yang mengusahakannya.

Membuka senyum adalah anugrah terindah.

Senyum itu pertanda bahwa ada kehangatan dalam bentuk kebahagiaan yang ditularkan.

Iwan Sunito (Miliarder Indonesia di Autralia) : Kata beliau "Ndi, kamu pasti bisa lebih sukses ".

Energi yang di tularkan orang besar memiliki kekuatan besar yang sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang.

On Air : Sekali di udara tetap di udara".

Demikan pesan-pesan kebaikan telah terhaturkan, bukan untuk menggurui hanya saling menasehati

Hasrat untuk peduli itu adalah panggilan jiwa.

Menjadi Pemuda adalah sebuah takdir sekaligus pilihan, yang meyakini pilihan adalah ketika kita mau menggunakan energi pemuda itu untuk memberikan manfaat kepada linkungan sekitarnya. Hidup Pemuda Indonesia.

Teladan diri adalah ketika kita mencoba berpenampilan terbaik.

Respect atau menghormati adalah bukan sekedar kita memberi apresiasi kepada orang lain, namun bagaimana kita menghormati diri sendiri terlebih dahulu.

Kekuatan terbesar itu adalah ketika kita mau bersinergi.

Potensi besar itu akan menjadi lebih besar lagi apabila kita mau bersinergi satu sama lain. Tiada hal remeh jika kita mau bersinergi.

Lebarkan sayap silaturahmi, temukan hikmah yang terserak

Ciptakan nilai tambah dimanapun kita berada. Bangunlah jaringan pertemanan sebanyak mungkin.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono : Untuk sampai bertemu denganya haruslah memantaskan diri.

Memantaskan diri adalah sebuah persiapan untuk menghadapi kenyataan dari meraih mimpi. Percayalah, persiapan membuat segala hal terasa lebih percaya diri untuk di hadapi.

Satu langkah menuju perbaikan adalah kemajuan.

Lingkungan positif memberi peranan besar dalam pembentukan siapa diri kita. Menjadi baik dan buruk di tentukan oleh lingkungan sekitar kita. Berani maju?? Carilah lingkungan positif.

Kebersamaan selalu memperkaya segala hal.

Hanya orang-orang dekat yang menganggap diri kita adalah bagian hidupnya--- yang mau merasakan susah dan senang bersama.

Kekeluargaan itu penting karena disitulah cinta bersemayam dan berkembang.

Saling mengisi, saling menggenapi adalah alasan adanya kebersamaan. Disitulah kita seharusnya tumbuh bersama.

Sebuah makna TEAM (Together Everyone Achieve More)

Dua tangan lebih baik dari satu tangan, tiga tangan lebih baik dari 2 tangan, semakin kita mampu berkolaborasi dalam sebuah team. Memberikan kita kesempatan berkembang lebih cepat.

Kemenangan itu bukan milik aku atau kamu tetapi milik kita.

Keberhasilan itu di ukur bukan dari hasil yang di raih saja melainkan dari pelajaran- pelajaran berharga yang di peroleh selama proses percapaianya.

Bapak Elmir Amin pendiri Forum Indonesia Muda (FIM) : Habiskan Jatah Gagalmu

Kegagalan ada batasnya, begitulah kata beliau. Jika ingin tau bagaiamana menentukan masa depan suatu bangsa bisa di lihat dari bagaimana pemudanya sekarang.

Memiliki cita-cita mulia salah satunya adalah menjadi bermanfaat.

Pertanyaan yang susah di jawab oleh diri kita adalah “Apa yang telah kita berikan kepada sesama?”

Yakinlah dengan mimpi-mimpi kita, Percayalah dengan apa yang kita yakini.

Ketika orang-orang di sekitar kita mulai meragukan kemampuan kita, maka satu-satu nya cara untuk tetap bertahan adalah, kita harus yakin dengan diri kita. Orang lain tidak akan percaya dengan kita selama kita sendiri meragukan diri kita sendiri.

Jumat, 16 Mei 2014

Kejujuran akan berbuah baik. (Tentang commuter Line Stasiun UI - Jakarta Kota)



Sabtu, 9 November , 2013 pukul 15; 43 WIB
 di Kutek kota Depok


Khusyu itu seperti  membumbung semakin keatas-semakin mengambang dan membentur langit-langit dan dinding kamar . Jemariku tak mau lepas bercumbu dengan nut keyboard laptop Toshiba keluaran tahun 2007 yang telah menolong aku mengendapkan isi fikiranku kedalam bahasa tulis. Sore yang menurutku cukup panas di kota Depok, apalagi posisiku di sebuah ruang persegi yang disebut kamar milik sahabatku, Langitantyo Tri Gezar. Aku akrab menyebutnya Langit. Panasnya membuat aku memilih kipas angin dengan speed level  ke 3.

Ini kali ke 4 aku meminjam laptopnya sahabatku; Langit  -- untuk mengerjakan sebuah deadline menulis sebuah artikel tentang pahlawan yang diperuntukan sebagai artikel pengisi blog di sebuah Organisasi tingkat ASEAN bernama Nusantara Young Leaders. Yang alhamdulilah sudah sudah selesai dan terupload di sebuah blog dan bisa di baca di link ini.

*********
Awalnya aku merasa tidak ada yang salah dengan keadaan hari itu. Aku masih menunggu sebuah jawaban pesan SMS dan What App dari 2 orang. Pertama pesan SMS dari temaku yang bernama Ardi Setiawan , dia sahabat kampus ku di Universitas Jenderal Soedirman yang kebetulan dia akan membeilkan aku sebuah tiket untuk pulang dari agenda IMUN (Indonesia Model United Nations) 2013 di Universitas Indonesia, pesan yang aku tunggu adalah pesan konfirmasi apakah dia jadi membelikan aku sebuah tiket kereta atau tidak, karena 1 hari sebelumnya dia sempat berjanji mau membelikan aku sebuah tiket kereta api khusus untuk tiket kereta Api kelas Ekonomi AC dengan syarat harga kisaran Rp. 50.000.
Sementara yang kedua adalah pesan dari Whats App dari seorang sahabat yang aku kenal di sebuah acara Forum Indonesia Muda (FIM) , Ia bernama Renita Putri Maharani atau akrab di panggil Rere. Rare adalah mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia tahun angkatan 2010. Kalau dari secara usia dan penampilan dia termasuk masih sangat muda karena dia kebetulan peserta program kelas Akselerasi Generasi ke 5 di SMA nya dulu SMA 1 Sukoharjo. Terus kenapa aku menunggu pesan Whats App dari dia? Karena pada hari sabtu pagi pukul 10:01 WIB  aku sempat di mendapatkan pesan Whats App dari dia yang intinya mengajak aku untuk ikutan berkunjung di sebuah RUMBEL alias Rumah Belajar di daerah Jakarta. Maklum Rere ini tergolong mahasiswa yang aktiv melakukan kegiatan sosial jadi kalau ngajak jaln-jalan alternatifnya adalah RUMBEL.
Melalui pesan Whats App, Rere bercerita kalau agenda kunjungan akan di lakukan pada sore hari.
Mendapat tawaran dari Rere, aku langsung mempertimbangkan banyak hal yaitu antara aku ingin ikut bersama dia dan teman-teman untuk berkunjung di  Rumbel, atau membeli tiket kereta Api untuk perjalanan pulang nanti. Aku pertimbangkan yang pertama yang pertama yang berkunjung ke Rumah Belajar, karena untuk urusan tiket kereta api, kebetulan Sahabatkuku yang bernama si Ardi sudah bilangke aku bahwa dia akan siap membelika aku tiket  untuk akunpulang, sementara kesempatan berkunjung ke Rumbel dalah sebuah moment yang tidak ingin di lewatkan, sehingga aku sms untuk konfirmasi ke Ardi , apakah dia jadi membelikan aku tiket atau tidak. Dan hasilnya dia bilang dia akan membelikan aku tiket kereta Api tapi untuk kelas Ekonomi saja.
Melihat ada dua Agenda yang salah satunya aku merasa sudah ada yang menghandle, yaitu pembelian tiket, maka aku putuskan untuk berkunjung ke sebuah RUMBEL yang di janjikan oleh Rere, akupun juga tidak mau membiarkan Ardi kesusahan mencari tiket yang katanya akan dia beli pada pukul 12.30 WIB siang di Stasiun Pasar Senen. Sementara rumahnya dia ada di Bekasi. Jadi aku berinisitaif mencoba mengajak Langitantyo, untuk mencari Indomaret untuk mengecek persediaan tiket kereta api supaya Ardi nanti tidak perlu repot. Akhirnya aku dan Langit pergi ke Indomaret untuk memesan, namun sayang sekali di Indomaret tidak membuahkan hasil. Akhirnya baru ingat kalau akses pemesanan tiket kereta api bisa melalui online.
Setelah mencoba mencari secara online akhirnya aku menemukan bahwa dari Stasiun Pasar senen menuju ke Stasiun Purwokwerto tempat aku akan pulang haya ada tersedia Kereta Bengawan dengan harga Rp.50.000 yang artinya secara tidak langsung akan di belikan oleh si Ardi. Aku mengabari dia melalui sms. Begini isinya :
Bro, Perjalanan Pergi Bengawan 10 November 2013 PSE (Pasar Senen) Ã  PWT (Purwokerto) Bengawan IDR 50.000.00 Pukul 13:00 Ã  18.03 WIB.
Setelah mengabari Ardi, aku lagsung pulang bersama Langitantyo menuju ke kosannya dia. Di kosannya langit aku masih memikikan agenda kunjungan ke Rumbel.
***************
Langitantyo bilang kepada aku kalau siang hari sekitar jam 12.00 WIB dia akan berangkat ke kampus untuk melaksanakan agenda rutinitasnya, maklum sahabatku yang satu ini adalah aktivis yang sangat menyukai gagasan. Dia adalah mahasisa yang aktiv dikegiatan kelompok diskusi, jadi kalau kamu suka berdiskusi tentang keilmuan dan kebijakan publik silakan berdiskusi dengan dia. Dia adalah mahasiswa Komunikasi Universitas Indonesia tahun angkatan 2010. Pengetahuan Langitantyo termasuk luas. Itu bisa terlihat juga dari buku-buku bacaan dikamarnya yang banyak dan buku dari berbagai disiplin Ilmu yang cukup merepresentasikan pengetahuanya.
Setelah dia bernagkat ke Kampus selanjutnya hanya ada aku yang ada di kosan Langitantyo. Sehingga aku memnafaatkan waktu luang untuk menulis beberapa hal penting yang ahrus aku kerjakan.
***************
Pukul 15:44 WIB, aku menerima sebuah pesan singkat dari Ardi , sahabatku yang berjanji membelikan aku tiket pulang.
“Haduh, ndi Tiketnya nya habis,”
Aku pun balas sms dia.
 Kamu jadi beliin aku tiket apa, Ga?
Setelah aku membalas sms ardi, Aku khahwatir dengan ketiadaan tiket yang aku pesan, namun di satu sisi juga aku harus menanyakan keastian tentang kunjungan ke Rumbel yang telah di janjikan. Aku buru-buru buka Aplikasi Whats App di hand phoneku. Aku cari history chatt ku dengan Rere, masih terlihat pesan Whats App ku yang belum sempat Rere balas, mungkin dia masih sibuk dengan persiapan ke Rumah Belajar atau RUMBEL yang sesuai rencana akan kami kunjungi bersama, aku segera kirim pesan ke Whats App nya Rere, “”Gimana, jadi apa ga yang ke RUMBEL nya?
Rere pun membalas pesan Whats App ku “Aku ga jadi , Andiyanto”
Aku segera balas lagi “Terus yang lainya jadi apa ga pergi ke rumbel?
“Engga Juga, haha Aku lupa kalau ada agenda Hari ini”
Ternyata Rere sedang ada agenda hari itu, mungkin karena sedang sibuk dengan agenda dia lupa konfirmasi memberi tahu ke Aku. Beberapa menit kemudian Ardi membalas sms ku yang pertama kali “Maaf Ndi, Aku gak beliin kamu tiket , adanya tiket bisnis Mahal banget harganya, aku ga bisa beliin kamu kalau yang tiket bisnis, bisanya yang Ekonomi”

Aku merasa seperti mendapatkan 2 berita yang mengagetkan, pertama dari Rere yang ternyata tidak jadi berkujung ke Rumah Belajar. Dan kedua dari Ardi yang tidak jadi membelikan aku tiket karena tiket ekonomi sudh habis sebelum dia beli , walaupn ada, yang ada tiket kelas busines yang tergolong mahal jadi Ardi belum bisa membelikan aku tiket. Dalam hal ini aku sangat menghargai keputusan Ardi karena saat itu Ardi kebetulan sedang kritis dalam hal keuangan, namun karena sikap baiknya dia, walaupun uang sedikit tetapi masih sempat berusaha menwarkan kebaiakn dnegan cara mau membelikan aku tiket kereta api kelas Ekonomi.
Sementara di sudut ruang kamar nya Langitantyo, aku merasakan gelisah, gusar dan sedikit “Galau”  karena dua hal yang menimpa aku, Namun aku ga mau menyerah aku segera buka Hand phone Android ku. Aku buka opera mini dan langsung  browsing ketersediaan tiket kereta api kebetulan dari Pasar Senen semua sudah habis yang kelas Ekonomi sedang kan yang dari Stasiun Jakata Kota. Masih ada tiket yang tersedia yaitu tiket Gaya Baru dengan harga Rp.55.000, aku seperti mendapatkan air segar dikala haus, Aku bahagia bukan main.
***************
 Setelah tau bahwa di stasiun Jakarta Kota tiket masih ada, maka aku bergegas menuju ke Satsisun Jakarta kota. Aku waktu itu masih memakai sarung dan kaos karena memang tidak jauh dari sholat Ashar. Aku kesana sendirian karena kebetulan Langitantyo sedang ada kegiatan di kampusnya sedangkan, Rere waktu itu masih dengan agendanya. Hari Sabtu kebetulan Bikun (Bis Kuning) Universitas Indonesia yang biasa beropersi ternyata libur, padahal aku berdiri lama menunggu Bikun (Bis Kuning) tersebut ternyata memang sudah tidak beroperasi di luar jam 2 siang. Beruntung waktu itu Rere bersedia memanduku lewat Pesen Whats Up nya. Akhirnya aku menggunakan ojek atas usul Rere untuk sampai ke stasiun UI terlebih dahulu,
Setelah sampai di stasiun UI aku bergegas secepetanya menuju ke loket pembelian tiket Commuter Line, disana aku mendapatkan pelayanan yang baik. Namun kereta Api Listrik sudah berhenti cukup lama yang artinya akan segera bernagkat. Aku buru-buru berangkat kesana menuju keret Api, Setelah memasuki kereta Api listrisk Commuter tersebut, aku segera menyusuri gerbong demi gerbong untuk mendapatkan tempat buat duduk, namun tidak dapat akhirnya aku berdiri.
Setelah kereta mulai berjalan bertolak dari stasiun UI menuju staiun Jakarta Kota, aku seperti merasa ada yang kurang, aku cek saku celanaku dan ternyta di dalam saku celananku tidak aku temukan PIN Card  comuter line yang tadi aku taruh. Aku  cemas dan bingung namun waktu itu aku masih memilih diam seribu bahasa, namun kemudian aku berfikir bahwa tak akan adqa gunanya jika hanya diam seribu bahasa, maka aku beranikan untuk bertanya dengan salah seorang pemuda yang masih sebaya dengan aku tentang kehilangan kartu apakah nanti bisa keluar atau tidak.
Namun kata orang tersebut setiap PIN CARD yang hilang  harus di gantikan dengan uang sebanyak Rp 50.000. Sungguh waktu itu aku tidak membawa uang banyak , hanya memebawa uang kisaran 100 ribuan da beberapa uang ribuan di saku, jika aku berikan Rp.50.000 sebagai denda, maka aku hanya bisa memakai sisanya yang jumlahnya sangat mengkhawatirkan apakah mampu untuk aku pakai untk bayar tiket yang harganya Rp.55.000. Aku sungguh bingung kala itu.
Kereta commuter line membawa ku seperti kurungan besi yang berjalan dengan tenang,  meski secara fisik aku tenang namun sesekali aku merasakan kegelisahan yang teramat sangat berkecamuk, sementara mata ku sesekali menyaksikan gugusan rumah-rumah warga, gedung-gedung yang berlesatan, seolah menyaingi laju kereta commuter line yang sedang aku tumpangi, aku tau, hari saat itu menjelang senja, aku tengok di jam hand phone ku menunjukan pukul 17.33 WIB, suasana senja di dalam kereta comuter line sungguh berbeda dengan senja di alam luar sana.Indah bukan main ketika melihat kea rah luar.
Senja seolah acuh dengan kecamuk gelisah yang aku rasakan. Aku terus di landa kecemasan teramat sangat, bukan masalah jumlah uang Rp 50.000 melainkan karena keterbatasan uang yang aku bawa saat itu. Memang hari itu adalah hari sabtu bertepatan dengan tanggal 9 November 2013,  sedangkan aku harus pulang hari minggu besoknya supaya hari senin aku sudah berada di Purwokerto karena ada mata kuliah yang tidak bisa aku tinggalkan.
Aku terus membayangkan kalau aku tidak kebagian tiket hari itu, ketakutan utama adalah aku akan pulang telat dan berdampak aku tidak bisa mengikuti mata kuliah favourit ku “Brtisih Culture” yang akan di laksanakan hari seninnya.
Selama di Commuter Line, aku merasakan suasana yang sangat tidak akrab. Mereka hampir sebagian besar tampak menaruh rasa curiga satu sama lain. Mulut mereka diam seribu bahasa seolah berada di tempat sunyi sendirian. Sementara aku perhatikan disebelh kananku ada seorang pemudi yang sibuk mengutak-atik gadjetnya, ada juga pemuda yang sibuk sms-an, ada yang sibuk berbincang-bincang sambil tanganya terus memegang erat-erat tas yang ia bawa seolah siaga siapa tau di copet, bahkan ada juga penumpang anak muda yang duduk dengan santainya sementara di depannya adalah kakek renta yang berdiri sambil tangan berpegangan gantungan handle yang sudah disediakan. Sementara aku memilih berdiri. Mengamati berjejer gedung yang berlesatan karena memiliki mementum kecepatan yang berlawanan dengan laju Comuter Line.
Saat di dalam Comuter Line sempat juga menanyakan kira-kira apa solusi buat korban kehilangan Pin Card seperti aku. Ada beberapa di antara mereka yang menawari aku untuk mencoba kabur saja ketika baru turun dari kereta, ada juga yang menawari aku untuk mengekor di belakang penumpang ketika akan keluar dari stasiun kota Jakarta.
Semua tawaran yang aku terima semuanya menggoda, dari banyak tawaran yang di ajukan hanya ada satu yang menurutku baik, yaitu aku di minta melapor ke satpam siapa tahu ternyata di bebaskan karena berbuat jujur. Dan aku tahu keputusan untuk cara terbaik adalah melaporkan kepada satpam penjaga pintu keluar. Akhirnya aku keluar dari Commuter Line dan langsung berhambur ke arah satpam penjaga pintu keluar yang kala itu masih sibuk mengatur para penumpang yang baru keluar. Aku langsung mencari satpam yang sedang tidak terlalu sibuk.
“Assalamualaikum , permisi bapak, Saya Andi Penumpang Comuter Line dari stasiun UI ke Jakarta Kota, mau melaporkan sesuatu” Ucapku melapor.
“Waalaikum salam, maaf Mas Andi ada apa? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Stapam Stasiun dengan perangai tidak bversahabat.
“Saya mau lapor kehilangan sesuatu?”
Mari kesana dulu sebentar, mas” Bapak satpam mengajak aku ke temapt yang jauh dari keramaian.
“Siap, pak”
“Mau lapor apa mas? Ada yang hilang?”
“Ya bapak, saya kehilangan sesuatu bapak”
“Kehilangan apa? Uang atau barang-barang?”
“Kartu Pin, yang buat keluar dan masuk hilang, jatuh entah dimana. Setelah saya cek ternyata saku celana saya sobek jadi jatuh”
“Aduh, mas. Kenapa bisa sembrono begitu?”
“Mohon maaf bapak, saya tahu saya salah, saya juga tahu caranya mempertanggung jawabkannya, melaporkan semua ini ke pihak keamanan, jadi saya butuh solusi bapak, kira-kira apa yah solusinya apa ya?” Aku menjelaskan dengan nada lembut dan berusaha se diplomatis mungkin supaya bapak Satpam tadi tidak galak lagi.
“Ya mas, kami tahu itu. Paling mas tetap harus sesuai peraturan mas, silakan lihat no mer 2 di tembok itu” bapak satpam menjelaskan dengan nada yang mulai menurun dan terkesan lebih ramah dari sebelumnya sambil menunujukan jempolnya ke arah tembok yang disitu tertempel poster tenatng hukuman bagi pelaku pelanggaran kehilangan pin.
Disitu tertulis point 2 dari beberapa point berbunyi “Jika kartu PIN anda hilang maka di denda dengan membayar denda sebesar Rp.50.000”,
Waktu itu aku iseng ingin mencoba biar tidak usah bayar denda dengan melalui usaha negosiasi dulu, Mengatur siasat sekaligus mempraktekan ilmu public Speaking ku, sempat kepikiran untuk berniat seperti ini (Jangan di tiru), namun stelah itu aku berfikir lagi bahwa ini bukanlah jalan yang bener, aku hanya ingin denda nya jangan saat itu, jadi aku berharap dendanya tidak terlalu besar karena waktu itu kondisiku kritis karena hanya membawa uang terbatas.
“Mas Bagiaman mana? Langsung di bayar sekarang? ” tanya bapak Satpam mengagetkanku yang waktu itu masih membaca poster tersebut.
“Iya, Baik bapak , Saya bayar sekarang saj bapak. Say bingung duit saya tinggal segini” Sambil menunjukan uang sisa setelah di potong Rp.50.000 untuk membayar denda.
“Oke, mas, saya siap bantu mas,” pak Satpam sedikit menenangkan aku.
“Terima Kasih, bapak, kira-kira sekarang ada apa ga tiket yang murah bapak? Saya khawatir uangnya tidak cukup buat beli tiket pulang.”
“”Baik lah ayo ikut saya. Mana kartu Identitas Mas” Bapak satpam mengajak aku keluar dari pintu pengecekan menuju ke tempat Informasi pembelian ticket.
Waktu sudah menunjukan pukul 18.07 WIb di jam tanganku. Sementara aku belum dapat tiket. Aku memperhatikan bapak satpam yang sedang berdiskusi dengan petugas Informasi.
“Mas Hadi, ticket dari Jakarta Kota yang melewati Stasiun Purwokerto berapa?” Tanya bapak Satpam kepada petugas Informasi.
“Ada pak, untuk yang Executiv Rp. 330.000 ” jawab petugas sambil mengecek di layar computer.
“Yang kelas economi ada?”
“Sudah habis”
“Bisa usahakan apa tidak. Ini ada yang butuh”
“Ya, sebentar saya carikan, kenapa ga dari tadi siang, kalau jam segini biasanya tiket sudah habis”
“Ya mas ini tadi habis berbuat jujur, dia ngaku kalau dia habis nglanggar aturan, hari gini di Jakarta jarang sekali ngaku.”
Aku kaget mendengar informasi itu, Disitu tampak bapak satpam sedang berdiskusi seperti sedang bernegosiasi. Apalagi kalau bukan soal ticket yang aku tunggu-tunggu. Sementara aku masih lusuh menunggu.
Beberapa saat kemudian.
“Ayo Mas, beli tiket nya.” Bapak Satpam mengajak aku ke tempat loket pembelian ticket kereta Api.
“Bapak, terima kasih ya telah banyak membantu” ucapku serius berterima kasih.
“Saya yang berterima kasih karena mas, telah jujur mengaku telah melanggar” jawab bapak satpam menanggapi.
“Lho, kenapa hanya karena aku mengaku saja, kok bapak berterima kasih sama saya tanyaku heran.
“Ya, mas disini orang-orang salah pada rese bahkan yang sering muncul di ANTV saja, sudah tau dia salah tetap tidak mau mengaku. Ketika saya minta paksa, malah dia memarahi saya. Jujur saya kecewa dengan orang yang seperti itu. Bahkan dia meminta memfoto wajah saya untuk di laporkan sebagai bentuk pencemaran nama baik. Saya mah ayo aja, orang saya ga salah, saya Cuma menegakan peraturan saja ucap bapak Satpam menjelaskan.
“terus Bapak bagaimana” Tanyaku semakin tertarik.
“Ya saya siap di foto, dan dia mengambil gambar saya sambil pergi”
“Dia, bayar denda juga?”
“Iya, walaupun harus berdebat dulu”
Di ruang tunggu aku mendapatkan giliran antrian yang sedikit, jadi aku bisa segera mendapatkan tiket yang aku harapkan waktu itu ticketnya adalah Gaya Baru Malam dengan harga Rp.55.000 
Setelah selesai membeli tiket kereta api buat pulang ke Purwokerto, saat nya aku pulang dari stasiun Jakarta kota ke Stasiun Universitas Indonesia. Aku pun di ajak bapak satpam untuk membeli tiket Commuter Line, sekali lagi di bantu oleh bapak satpam. Ketika aku antri, terlihat baris antrian yang panjang sekali, sekitar 30 orang mengantri dan aku di urutan ke 30 itu. Namun bapak satpam tiba-tiba memanggilku.
“Mana , KTP mu?” pinta bapak Satpam.
“Ini, pak” sambil meyerahkan.
Selanjutnya bapak satpam membawa data indentitasku dan langsung berjalan kearah petugas penjual tiket Commuter Line. Kurang dari 5 menit bapak satpam kemabli dengan PIN kerta Commuter Line di tangan.
“Ini, tiketnya, jangan sampai jatuh lagi ya, saying Rp 50.00- nya buat jajan” ucap bapak satpam sambil bercanda.
“Ya Pak, terima kasih banyak”
Aku yang dari awal merasakan kebingungan lantaran sebuah rentetan kejadian yang membuat aku sempat khawatir, dari mulai berita batalnya kujungan ke rumbel (Rumah Belajar), tidak jadi di belikan tiket sama teman, Kartu PIN Commuter Line yang jatuh di kereta dan tidak ketemu, ganti bayar denda Rp.50.000 yang sempat mempertaruhkan kejujuran dan hingga sampai pada sebuah keniscayaan bahwa kejujuran akan membawa kita pada deretan kebaikan juga. Di bantu sama bapak Satpam yang sangat baik hati, walaupun awalnya sempat mau marah sama aku, namun tau bahwa kemarahan bukan untuk kemarahan melainkan untuk kemurah hatian sehingga akhirnya luluh juga hati pak satpam itu.
Di bantu dari membeli tiket yang tadinya sudah habis, namun di bantu di negosiasikan sama bapak satpam kepada petugas penjual ticket akhirnya di utamakan untuk aku, sehingga ada orang yang sebelumnya hendak beli untuk beberapa hari kedepannya di bilang sudah habis karena mengutamakan aku. Sampai di bantu beli tiket Commuter Line yang antriannya panjang sekali sehingga lebih cepat kurang dari 5 menit.
Aku jadi berfikir flash back seandainya saat aku kehilangan PIN Commuter Line di Jakarta Kota aku tidak jujur, alias kabur tanpa pertanggung jawaban, terus ketahuan dan sirine berbunyi pertanda kejahatan telah tercium, mungkin di saat yang sama orang udik seperti aku akan panic dan berlari, terus di kejar, apes di hadang sama orang-orang yang melihat aku berlari seperti buronan, belum lagi kalau lariku kalah cepatnya dengan para satpam yang terlihat seperti sudah terlatih mengejar begundal, aku bakal di tangkap, di hajar masa, di masukan ke hotel prodeo dan meringkuk seperti anjing kurapan.
Aku bersykur saat itu aku jujur, sehingga bayangan gelap menjijikan yang terbang di angan berfikirku tadi tiba-tiba musnah, aku aman, aku selamat dan jadi berkenalan sama bapak satpam itu, namanya bapak Burhanudin, beliau sudah memiliki dua anak semuanya belum sekolah.
Aku bergegas menunaikan sholat maghrib yang hampir habis waktunya, dilanjutkan pulang dengan Commuter Line dari Jakarta Kota menuju stasiun UI, menikmati perjalanan malam dengan deru kereta Commuter Line yang menghanyutkan, di dalam Kereta. Sementara, Aku seperti  menyaksikan wajah-wajah kecut penuh lelah yang bergelayut berat di wajah para penumpang. Aku pun merasakan hal yang sama. Hari itu lelah, tetapi membahagiakan, lelah ku terbayar dengan pertolongan-Nya lewat bapak satpam itu.

Terima kasih ya Allah, terimakasih bapak satpam dan terima kasih  untuk Langitantyo Tri Gezar dan Renita Putri Maharani 2 orang sahabat tak terlupakan kebaikanya.

Depok, Jawa Barat
Sabtu, 9 November 2013
Di tulis di KUTEK, kawasan kosan sahabatku Langitantyo Tri Gezar ( Komunikasi UI 2010) 

1 komentar:

  1. subhanallah.. memiliki pengalaman yang hampir sama juga ...
    Pertolongan Allah selalu nyata :)

    BalasHapus

Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :

Baca juga tulisan di bawah ini :