Menjadi dewasa adalah sebuah hal yang bisa jadi merupakan sebuah tuntutan terutama untuk laki-laki yang mulai tumbuh untuk menemukan jati dirinya, demikian yang aku tahu dari beberapa buku yang aku baca. Apalagi untuk seorang wanita, ia menginginkan laki-laki yang berkarakter dalam artian dewasa/matang dalam bersikap. Namun entahlah apakah kita (aku dan para laki-laki) sudah cukup pantas di sebut sudah "dewasa" dalam bersikap atau belum. Sampai detik ini aku juga masih belum tahu, oleh karena ketidak tahuan itulah tulisan ini ada untuk topic hari ini. (semangat belajar menulis)
Jujur pemahamanku masih rancu terkait parameter kelayakan untuk laki-laki yang sudah pantas di sebut dewasa. Seperti apa? apakah perilaku yang semakin baik atau apakah perilaku yang memang benar-benar menunjukan kematangan diri seseorang. Hingga kini aku masih belajar tentang makna dari phrase “Menjadi dewasa “ itu. Segera beri tahu aku ya :)
- Aku masih ingat ketika dulu saat-saat masih SMA kelas 1 ( Kelas 10), salah seorang teman satu kelasku menyuruh aku untuk segera mancari pacar, alasanya simple katanya supaya aku bisa bersikap lebih dewasa. (dalam hal ini makna dewasa saat itu adalah ketika sudah memiliki kekasih). Sehingga teman-teman mendesaku untuk tampil lebih dewasa dengan menyuruh aku belajar caper (Cari Perhatian) terhadap lawan jenis.
Saat itu fikiran ku masih terombang – ambing antara menyetujui nya atau menganggapnya sebagai angin lalu. Terang saja, jika aku menyetujui nya -- aku juga masih bingung siapa ya kira-kira cewe yang perlu aku taksir. tisak cuma itu, melainkan katanya juga aku harus belajar dulu dari temenku tentang jurus maut “nembak” cewe langsung klepek-klepek di tempat. Dan di tambah amunisi lainya yang katanya akan siap di bantu sama temenku. (Ingin ketawa kalau ingat hal ini)
Aku belum menemukan jawaban pasti. Aku masih menimbang-nimbang saran dari temanku yang katanya berpacaran akan membuat diri kita menjadi semakin lebih dewasa. Padahal saat itu aku belum merasa perlu untuk mengetahui urgensi arti dewasa seperti yang temenku jelaskan harus dengan pacaran terlebih dahulu karena di fikiranku waktu aku masih SMA paling Cuma hal-hal ndeso yang aku lakukan setiap hari, kalau mau di jabarkan adalah pagi berangkat sekolah, pulang sekolah lanjut ke sawah menyiram tanaman bawang merah, lanjut pulang ke rumah, malam ngaji di lanjut belajar, terus besoknya berangkat sekolah lagi begitu seterusnya. Bahkan aku tidak memiliki jam “khusus” untuk “nge-date” macam teman-teman ku yang saat itu memiliki waktu berlebih untuk hal itu (nge-date bareng do’i).
Sampai akhirnya aku menemukan sendiri hal yang memecahkan “ teori “ tak bertanggung jawab itu. Teori yang menyatakan bahwa berpacaran dapat membuat kita semakin dewasa. Tepatnya setelah jam mata pelajaran olah raga di hari Juma`at di tempat parkir sepeda motor SMA ku (Waktu itu aku pake sepeda butut). Teman-teman ku sudah berkumpul di lapangan, namun aku hendak ke toilet yang berada di sebelah tempat parkir.
Waktu itu aku melihat ada salah satu teman cowok yang datang dari arah depan sambil mengendarai motor Supra X 125 warna merah dengan kecepatan tinggi menuju kearahku, seolah mau menabrak ku, namun ternyata tidak. Dia putar belok ke arah kiri. aku kaget dan buru-buru menghindar, aku mengira dia marah sama aku. Dia bergegas turun sambil mengutuk kata-kata kasar penuh benci, aku juga masih melihat dengan pandangan bingung bertanya-tanya. Dia turun dengan bergegas dan tiba-tiba “Crek” dia membanting sesuatu dengan begitu keras kelantai sambil berteriak kata-kata kasar. Aku melihat benda kecil mungil terpelanting itu. Namun kemudian dia mengangkat kakinya dan mengijak-nginjak ke benda yang ia banting.
Tahukah apa yang terjadi? Ternyata cowo itu baru saja putus dengan cewe tercintanya, yang artinya episode indah romansa kehidupan dua sejoli telah berakhir. Dia menangis keras seperti anak kecil, yang dia banting adalah jam tangan cantik, warna pink yang kacanya remuk berhamburan, jam itu adalah milik pacarnya. Dia memaki-maki nama pacarnya sambil menginjak-injak jam tangan yang dia banting sampai hancur berkeping-keping.
Aku hanya melihat saja waktu itu. Suasana di tempat parkir sepeda saat itu sepi. Hanya ada aku dan cowok itu. Kemudian aku bertanya dalam hati,“Inikah dewasa yang di maksud temanku waktu itu”, laki-laki yang biasa aku temui gagah dengan penampilan baju necis lengkap penuh dengan wewangian yang menyebar meninggalkan jejak cemburu kepada laki-laki sebayanya karena wanginya merupakan merek parfum mahal. Laki-laki yang biasa aku lihat tampak “pura-pura” dewasa ternyata aku melihat sendiri dia mengamuk sambil mengutuk dan berteriak seperti anak kecil, dari sudut pandang mana aku melihat sisi dewasa itu ada? Yang ada sifat ke kanak-kanak-an yang tak pernah tumbuh dewasa.
Dari hal itu, asumsiku mulai bergeser yang tadinya hampir percaya jadi tidak percaya. Di tambah lagi, mata ini di beri kesempatan melihat kejadian yang membuat aku merasa malu sendiri menyaksikanya. Ada cowo yang menangis di depan cewenya di tempat umum karena suatu alasan yang aku tidak tahu, yang aku lihat waktu itu cowo itu tampak memohon sesuatu tapi aku tidak tahu itu apa. Sungguh luar biasa pesona wanita mampu membuat laki-laki yang kerap di ibaratkan sebagai pejantan tangguh menjadi tampak tak berdaya bahkan menangis-nangis. Pardoks yang begitu nyata.
- Aku tidak bermaksud mendiskreditkan laki-laki dalam hal ini, aku tetap percaya kita bukan seperti itu, laki-laki yang aku saksikan bukanlah tipe laki-laki seperti kita. Kita lebih baik dari pada yang aku jadikan contoh itu. Karena aku mengambil contoh yang pernah aku lihat dan yang pernah aku dengar sendiri. Kita laki-laki tangguh kok, peace J.
Pertanyaanya, apakah "dewasa" itu? Lantas apa yang bisa membuat diri kita menjadi dewasa? Apakah dengan berpacaran terus kita menjadi dewasa? Ataukah kedewasaan adalah hasil dari kematangan diri yang tertempa layaknya batu hitam yang di sengat oleh panas terik, di kepung hujan, di hantam arus angin namun ia bisa menjadi patung legenda hasil pahatan mahakarya (masterpiece) seorang seniman Itali ternama ;Michelangelo.
Atau dewasa itu adalah berharganya karakter kita karena kita telah menjadi seperti mutiara yang karena tekanan yang mendesaknya di kedalaman laut, arus bawah laut yang ekstrim serta susah diraih membuat mutiara menjadi susuatu yang berharga? Apakah diri kita seperti halnya perumpamaan yang seperti itu? Aku terus bertanya, entah di bagian sudut bumi yang manakah aku akan menemukan jawaban itu. Barangkali kamu tahu silakan sampaikan aspirasi mu di sini.
Dicatat pada : Kamis, 27 maret 2014 pukul 23:14 WIB di Wisma Albana Purwokerto.
Andi Yanto
Sang Pembelajar
==============
Follow Twitter @andiyantosmile
PIN BB 7436105E
==============
di tulis ulang dari Diary tercinta
"Semangat menulis, satu hari minimal menulis satu judul tulisan di tahun 2014 "
<photo id="1" />
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :