Kalau berkenan, silakan baca sampai tuntas, semoga bisa berbagi semangat.
( Tulisan ini telah di ikut lombakan dalam lomba menulis dengan tema " Kisah Nyata Inspiratif yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumah Zakat Pusat, dan berhasil meraih juara favorit diseleksi dari 308 karya terbaik yang terseleksi )
Demi sebuah mimpi.
“Kalau saja bukan karena bangunan mimpi-mimpi yang aku harapkan tumbuh menjulang, mungkin bisa saja langkah ini tumbang sejak dulu. Kalau saja bukan karena harapan dan iman akan nasib baik yang masih bergelora di dalam dada, Bisa saja langkah ini mati dalam gerak henti. Kalau saja aku egois dengan kebodohan yang “merenggutku” dengan perlahan. Bisa saja aku sekarang terkapar dalam kungkungannya karena aku tak punya daya dari tuntutannya yang mengerdilkan. “
Namun Tuhan punya cara-Nya bagi siapa saja yang masih mau berharap, walau hanya sekadar berharap ---bagi tuhan itu sudah mampu membedakan siapa diri kita, apakah kita adalah pribadi yang mudah menyerah pada keadaan dan putus asa atau malah pribadi mau berusaha.
Semua demi suatu harapan yang aku sebut sebagai masa depan. Suatu masa dimana kemungkinanan-kemungkinan besar dalam hidup sangat pantas untuk diwujudkan. Oleh karena masa depan menjadi hal penting menurutku, maka aku berfikir bahwa aku butuh untuk mengenyam pendidikan lagi. Aku merasa butuh pendidikan yang lebih tinggi, aku butuh pendidikan yang mampu mencerahkan hari esok sebagai lentera pengusir gelap dalam berfikir. Butuh pendidikan sebagai ramuan penyembuh dari pengidap penyakit dangkalnya pengetahuan. Semua berarus pada hasrat untuk meraih masa depan yang lebih baik. “ Supaya kelak dimampukan untuk “berbuat lebih banyak” dengan langkah lebih mudah namun untuk berdampak lebih besar.”
Kawan, izinkan aku memulainya untuk berbagi kisah nyata yang semoga bisa bermanfaat untuk menyemangati kita semua dalam memperjuangkan mimpi-mimpi. Sebelumnya aku ceritakan siapa aku, aku adalah anak seorang buruh tani yang yang hidupnya pas-pasan dan tinggal di sebuah kampung/pedukuhan bernama Sigedeg, yang merupakan bagian dari desa Tanjungsari kecamatan Wanasari, kabupaten Brebes Jawa Tengah.
Di keluarga besar ku (terhitung dari nenek dan kakek kebawah) baru ada satu yang mengenyam pendidikan sampai kuliah. Yaitu aku. Orangtuaku tidak lulus SD, Paman serta Bibiku juga beruntung lulus SD, Ke 2 kakak-kakaku lulus SD, adiku kemarin baru lulus Mts. Sisanya sepupuku lulus SD dan 2 orang sepupuku lainya lulus Mts/SMP. Hanya aku yang beruntung bisa sampai mengenyam pendidikan setara kuliah.
Kawan, aku ceritakan padamu. Dikampungku, untuk bisa bersekolah itu sangat susah, di karenakan waktu itu masyarakatnya masih anti pati dengan pendidikan. Bukan soal mampu dan tidak mampu tapi karena sudut pandang sebagian mereka dalam memandang pendidikan masih kurang bijak. Sehingga masa-masa perjalanan sekolahku dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA , dari SMA sampai bisa kuliah juga tidak lepas dari karunia Allah serta usaha yang harus benar-benar di perjuangkan. Semuanya penuh lika-liku, jalan berkelok, batu kerikil dan sebagainya. Harus tahan dengan penuh gunjinngan, hinaan tetangga, cobaan finansial yang menekan sampai sesak dada ini, beberapa kali sempat tidak diizinkan, namun karena kesungguhanku untuk bersekolah. Orang tua akhirnya mengusahakannya, dan menyanggupi hingga lulus SMA. Aku sangat bersyukur untuk hal ini.
Terus bagaimana ceritanya aku bisa kuliah? Yang jelas, orang tuaku tidak tahu kala itu, karena di keluargaku aku sudah di larang keras untuk kuliah. Kuliah adalah kosa kata mewah di kampungku. Sebuah kata yang barangkali terlalu “borjois” untuk kalangan kami anak buruh tani. Karena hanya orang ber-uang saja yang boleh mendapatkan kesempatan berkuliah.
<photo id="4" />
(Awal mula ketika jejak langkah ini menginjak kota Indah nan sejuk daratan Purwokerto 5 tahun silam )
Namun aku tidak menyerah begitu saja, akupun meminta kepada orang tua untuk menyertakakanku dalam lembaga pelatihan kerja Magistra Utama di kota Purwokerto selama satu tahun, namun belum genap satu tahun aku ingin bisa kuliah, sehingga di hadapkan pada pilihan harus mempelajari ulang semua mata pelajaran yang sudah sebagian besar terlupakan.
Di LPK Magistra Utama aku mengambil program Management Informatika sehingga mata pelajaran SMA sudah lupa semua. Namun tak masalah bagiku, demi mimpi merubah nasib, aku pun belajar mempersiapkannya dua bulan untuk ikut SNMPTN (Seleksi nasional masuk perguruan tinggi) hingga lulus di terima ke Universitas Negeri, sementara di Magistra Utama pun aku bisa lulus dengan IPK memuaskan.
Yang selalu aku yakini adalah “Manis selalu akan terasa setelah mengecap yang pahit” itulah essensi perjuangan menurutku. Esensi yang harus di saksikan pahit manis getir perjuangan. Dan beginilah awal dari semua nya.
Sebuah momentum. ( Baca sampai selesai )
Waktu itu baru saja selesai ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) di selenggarkan pada dari 8-19 Juni 2010, dari pendaftran online aku mendapatkan lokasi ujian di SMP N 2 Purwokerto. SMP Negeri 2 Purwokerto ruang 3 jalan Gereja. Ada sekitar 200 peserta yang mengikuti ujian SNMPTN di lokasi tersebut. Satu ruangan masing-masing di isi oleh 30 peserta. Nomer peserta ujian di awali dari nomer 210 41 020203000 sampai 210 41 020203200 (Sumber catatan diary). Sedangkan Aku mendapatkan nomer urut peserta SNMPTN 210 41 020203017 sehingga menepati posisi duduk di nomer urut pertama. (SNMPTN tahun 2010 waktu itu sangat berbeda dengan tahun sekarang, belum ada SNMPTN undangan, semua murni tes nasional)
Ujian SNMPTN dilaksankan selama 2 hari yaitu dengan perincian hari Rabu 18 Juni 2010 untuk Tes Potensi Akademik dan Tes Bidang Study Dasar sedangkan Kamis 19 Juni 2010 Tes Bidang Study IPS. Selama 2 hari itu aku berjibaku dengan soal ujian SNMPTN. Aku semangat!!
Detik-detik yang menegangkan
Pengumuman Hasil SNMPTN di umumkan secara online. Kala itu sebuah koran nasional ; KOMPAS menerbitkan jawaban soal ujian SNMPTN. Aku sempat melihatnya, ada banyak jawaban yang sama dengan yang aku kerjakan, namun rasa khawatir itu tetap ada. Tidak puas di tambah rasa penasaran akhirnya aku beranikan mengeceknya melalui online.
Dengan penuh kecamuk badai di hati, aku beranikan ke warnet, ada rasa takut membuncah, ada rasa cemas mulai bermunculan. Khawatir kalau aku tidak di lolos. Aku malu seandainya tidak lolos ujian. Aku malu kepada mas Syaeful, mas Yomi dan mas Arief yang telah berusaha banyak mendukungku. Mereka adalah orang yang membantu menyemangati aku hingga aku berani mendaftar kuliah. Merekalah sosok berjasa di balik semua ini.
<photo id="8" />
(Sileut Senyum yang coba kami hantarkan pada alam pagi, saat masih menjadi santri di Pondok Pesantren Fathul Huda Purwokerto )
Akhirnya aku berdoa dan mulai membuka website www.snmptn.ac.id dan memasukan no peserta ujian masuk. Jemari mulai mengetik nomer peserta 210 41 020203017. Aku seperti di sambar petir, kepalaku pening, gusar ku menjadi-jadi. Di detik itu aku tekan tombol enter dengan terus berdoa. Masya Allah Internet lambat sekali, cemasku semakin parah. Beberapa menit kemudian aku kaget seolah tidak percaya, di layar computer warnet itu aku baca dengan seksama. Alhamdulilah aku “ LULUS” ujian SNMPTN.
Belakangan aku tahu kalau ternyata di lokasi ujian SMP N 2 Purwokerto hanya ada 5 peserta yang lolos. Dari nomer peserta 210 41 020203000 hingga 210 41 020203200 ternyata yang lolos adalah peserta dengan nomer 210 41 020203002, 210 41 020203004, 210 41 020203005, 210 41 020203009 dan terakhir adalah nomer 210 41 020203017 yang tidak lain adalah nomer pesertaku. Bagiamana aku bisa tahu? karena aku mengeceknya melalui nomer urut dari awal 210 41 020203000 hingga akhir 210 41 020203200. Dan didetik itu juga cemas yang bergumpal di dada mendadak luruh, aku bahagia. Aku merasa usahaku dalam belajar mati-matian, doa yang tak pernah berhenti terpanjat telah memberi hasil nyata. Lulus SNMPTN.
Kawan, tenyata kebahagiaan yang aku dapat pada hari itu berlangsung sebentar karena aku tiba-tiba teringat tentang apa yang harus aku lakukan; yaitu mempersiapkan pembayaran sebesar Rp. 4.450.000 untuk registrasi konfirmasi status kemahasiswaan.
Uang tersebut terdiri dari Biaya Pendidikan : Rp. 1.950.00. Angsuran pertama BOPP (20%) : Rp. 250.000, awal BOPP Rp : Rp.2.250.000. Aku masih ingat data itu dengan detail karena aku sungguh merasakan beratnya beban pada saat itu.
Jumlah uang tersebut adalah syarat syahnya aku supaya di akui sebagai mahasiswa, apabila sampai tenggat waktu yang telah tentukan namun belum juga membayar maka dengan sangat terpaksa status kemahasiswaan ku akan di “HAPUS” atau dengan kata lain batal menjadi mahasiswa. Detik itu juga kepalaku dingin, semua langkahku terasa kebas. Rasa resah mulai menjalari tubuhku.
Kawan, tak pernah aku bercerita pada orang tua tentang hal ini. Alasanya adalah karena takut tidak di izinkan karena soal biaya. Akhirnya aku mencari mas Syaeful, mas Yomi dan mas Arief, Dadaku sesak merasa di khianti keadaan hanya karena soal uang.
Kesempatan menjadi mahasiswa sudah di depan mata. Dengan berbagai cara aku menghimpun segenap hati yang berantakan, mencoba mempersiapkan diri seandainya aku kalah dengan nasib, namun disudut hatiku yang paling dalam ikut membatin bahwa aku layak menjadi mahasiswa di sebuah Universitas negeri. Aku layak kuliah meskipun tak memiliki uang.
<photo id="5" />
(Sepeda BMX ini adalah saksi bisu, perjuangan untuk bisa kuliah. Telah setia menemani perjalanan selama kuliah meski rantai sepedanya selalu bermasalah alias suka lepas dan belepotan oli. )
Kala itu aku di beri tenggat waktu sejak pengumuman kelulusan tes SNMPTN. Beban mencari uang sebesar Rp. 4.450.000 begitu terasa memberatkan. Aku berusaha untuk berfikir positif, naluriku terus berkata bahwa Allah tidak akan pernah membiarkan seorang hamba yang berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu, bahkan seandainya mati sekalipun agama mengabadikan perjuangan dalam mencari ilmu sebagai bentuk Syahid yang di akui oleh-Nya.
Lamat-lamat dalam kesendirian aku merenungkan, sesekali air mata jatuh menitik karena tak kuasa daya ini memanggul beban seberat itu, namun sekali lagi relung hatiku terus menggemakan suara batin bahwa aku pasti mampu menjalani semuanya. Aku berseteru dengan keyakinan yang mengguncangkan seisi keraguan, keraguan itupun tumbang berjatuhan. Aku pun bangkit mecoba berusaha meminjam dana. Namun yang ada adalah aku di caci maki, di hina, di cibir sana-sini, sungguh tak ada kata-kata pendukung barang sedikitpun untuk menguatkan. Hati lebam, ragaku remuk. Jiwaku berantakan. Kata mereka aku tidak tahu diri karena sudah tau tidak punya uang masih saja mau kuliah. Miris.
Batinku terus bergemuruh dan mulai gerimis sedih, Ini semua tak lepas dari tekadku. Tekad seorang laki-laki muda. Aku merasa sebagai laki-laki berharap kelak jika sudah berkeluarga akan mampu membuktikan martabatnya dengan penuh tanggung jawab. Salah satunya adalah menafkahi keluarga, maka usahaku ingin melanjutkan kuliah juga salah satunya supaya bisa mapan dan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan nafkah. Selain itu aku juga ingin memperbaiki nasib, supaya mampu menjamin pemenuhan kebutuhan keturunannku. Kebutuhan keluargaku, kebutuhan masa depan anak-anaku akan pentingnya pendidikan. Dan jika perlu kebutuhan pendidikan lingkungan di sekitarku.
Hati bergeming, fikiran sempoyongan lemas diterpa angin bengisnya penghianatan atas keadaan, semuanya membuatku semakin lusuh. Aku tak mau tinggal diam, Waktu itu aku masih tinggal di sebuah pesantren yang cukup jauh dari kampus. Segera aku pakai sepeda BMX yang ada di pesantren di kebon dalem Purwokerto, Jalanya lumayan menanjak jika berangkat dari arah Kebondalem Purwokerto menuju kawasan kampus tersebut. Aku pun menceritakan semuanya kepada mas Syaeful, mas Arief dan mas Yomi. Mereka menyarankan aku untuk mengajukan surat pernyataan pengurangan biaya ke Rektorat Universitas Jenderal Soedirman, saat itu sebenarnya aku tahu mas Sayaeful adalah seorang Bussines Owner kuliner, mungkin mudah saja memberi pinjaman sebanyak Rp4.450.000. Namun aku tahu, Mas Syaeful bukanlah tipe orang yang memanjakan, beliau ingin mendidikku untuk berusaha bersungguh-sungguh sehingga beliau memberi aku pinjaman sebesar Rp.500.000 dan memberikan beberapa nomer telepon yang bisa aku hubungi untuk meminta pinjaman sedangkan selebihnya aku yang harus mencari lagi.
<photo id="6" />
(Tawa itu pecah, Saat moment wisuda Magistra Utama program management informatika bersama kawan. Aku berdiri nomer urut 2 dari kanan. 2010 )
Aku pun menguhubungi mereka diantaranya ada mas Yugo dan Bapak Rizky Februansyah (Kepala Program Studi Bahasa & Sastra Inggris UNSOED). Mas Yugo adalah marketing dealer mobil Toyota di Purwokerto pada saat itu. Aku berkunjung ke rumah beliau dengan berterus terang ingin meminjam dana. Dari hasil silaturahmi itu aku mendapat pinjaman Rp.500.000. Uang sudah terkumpul satu juta rupiah. Selanjutnya masih ada sekitar Rp.3.450.000, kemana aku harus mencarinya lagi. Aku bingung dan terus berusaha mencari. Ya Allah aku tak mau menyerah.
Hari selanjutnya aku diantar untuk meminta keringanan biaya di kampus Pusat Rektorat UNSOED. Perlu diketahui kawan, bahwa mas Syaeful adalah alumni UNDIP Mahasiswa Fakultas Teknik Industry, jadi beliau hanya memiliki sedikit relasi untuk orang penting di kampus UNSOED Purwokerto.
Kala itu di depan gedung rektorat sedang ada aksi demo dari mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsoed. Di situ aku bertemu dengan seorang laki-laki bernama Muharam Ardiansyah, beliau adalah presiden BEM Fak Ekonomi, melalui orang inilah pertolongan Allah hadir.
Siang itu terlihat cerah, terik mentari terasa memanggang ubun-ubunku, sementara beberapa aktivis mahasiswa masih melakukan aksi di depan gedung rektorat. Aku dan mas Syaeful waktu itu masih mencari ruang bagian kemahasiswaan Universitas. Mas Muharam Ardiansyah, menemui kami dan sempat menanyakan maksud dan tujuan kami ke gedung rektorat. Kami pun menjelaskan sambil berharap akan menemukan solusi.
Setelah kami jelaskan maksud kami untuk meminta keringanan, beliau malah menyuruhku membuat surat disposisi keringanan biaya. Aku menyetujuinya dan setelah itu aku meminta nomer kontak mas Muharam Ardiansyah.
Kami pulang, mas syaeful mengantarkan aku ke pesantrenku dan aku langsung membuat surat permohonan keringanan biaya kuliah. Saat itu aku berkomunikasi dengan mas Muharam untuk teknis pembuatannya.
Waktu itu aku membuat surat permohonan keringan dana di tujukan kepada Rektor Univerisitas Jenderal Soedirman. Aku membuatnya dengan tulisan tangan diatas kertas Folio sebanyak 4 lembar; isinya sebagai berikut :
Surat permohonan pengurangan Dana
1.Keinginan Besar melanjutkan Kuliah
2.Keterbatasan untuk Akses biaya pendidikan
3.Rincian Alasan Pengajuan
4.Permohonan pembebasan biaya registrasi & BOPP
Lampiran :
1. 1 lembar surat keterangan tidak mampu dari kelurahan. (orang tua juga belum tahu alasan ketika aku meminta ini karena tidak di tanyakan)
2. 2 lembar struk Tagihan listrik
3. 1 lembar Bukti Pendaftaran SNMPTN 2010
4. 1 lembar Fotocopy KTP
Setelah selesai dibuat aku menghubungi mas Muharam, dan ternyata harus di ketik, maka aku buat ulang dengan di ketik format Microsoft Word dan di Print beserta amplop rapih.
Keesokan harinnya aku langsung menuju ke gedung rektorat Universitas, dan Mas Muharam yang waktu itu sedang menjabat sebagai President BEM FE UNSOED, mengutus staf adavokasinya untuk membantu aku mengurus surat permohonan keringanan biaya.
Waktu itu yang di utus adalah mas Tio, dia adalah bagian penting di BEM FE UNSOED. Setelah menyerahkan surat, mas Tio pulang, sementara aku berdiri terpaku merasakan betapa cobaan itu teramat berat, ingin kuliah saja harus seperti itu dulu belum lagi urusan selanjutnya, seketika itu mataku mulai berkaca, bulir-bulir cairan bening itu mengumpul di kelopak mata namun enggan menetes. Aku sedih, haru sekaligus bahagia. Setidaknya gubahan perasaan itu bersatu menjadi sebuah shimponi yang nadanya cukup menghiburku.
Waktu seolah seperti puting beliung yang menyedot hari-hariku begitu cepat. Deadline semakin dekat (10 Juli 2010) sementara uang baru ada Rp.1000.000 dari Rp Rp.4.450.000 , masih minus RP.3.450.000. Aku masih ingat bahwa aku telah menyerahkan surat poermohonan keringanan biaya. Maka kala itu, aku dari Pesantren segera menuju ke kampus pusat UNSOED untuk meminta konfirmasi. Alhamdulilah aku di beri keringanan sebesar Rp.2.500.000. Masih kurang Rp. 1000.000.
Aku bingung bercampur resah, fikiran kalut, hari semakin mendekati deadline, Sungguh seperti telur di ujung tanduk, berharap ada angina segar, namun begitulah keadaan pailit, dunia seperti sempit bener-benar sempit, di sini kabar baik belum juga aku peroleh, Benar-benar pilu, hati inipun gusar tak tentu arah bagai di khianati oleh kenyataan. Saat itu berteriak dalam hati bahwa “ Aku benci menjadi miskin”. Aku terus mengutuk diri.
Namun aku sadar semua harus bersama dengan perjuangan. Aku mencoba mengingat-ingat semua kenalanku. Aku mencoba menghubungi mereka namun tidak ada yang bisa membantu karena benar-benar sedang tidak punya uang lebih untuk bisa di pinjamkan kepadaku.
# Juma`at, 9 Juli 2010 #
Hariku terasa berat, Sunnguh aku masih belum menyerah. Hingga di detik ini, Aku bahkan masih belum memberitahu keluarga dirumah bahwa aku telah mendaftar kuliah di sebuah universitas.Pikirku Biarlah ortuku, serta kakek dan neneku tidak tahu tentang kondisiku di Purwokerto pada saat itu. Aku sungguh tak ingin membuatnya bertambah susah.Cukup bagiku penderitaan ini aku emban sendiri. Aku tak akan menyerah.
Siang itu juga, Aku pergi ke tempat mas Syaeful di daerah kampus pusat Universitas Jenderal Soedirman. Selama dalam perjalanan memakai sepeda, di pinggir jalan aku menyaksikan banyak mahasiswa baru yang mengenakan baju dengan atasan berwarna putih dan bawahan hitam, mereka terlihat terawatt dan rapi, sedangkan aku seperti membusuk meratapi nasib.Mereka adalah mahasiswa baru yang telah lolos ujian SPMB yang lebih dulu dari pada SNMPTN.Aku begitu iri, cemburu lebih tepatnya melihat mereka. Hati ini perih, hati ini melolong penuh sesak ingin seperti mereka namun apa daya.
Aku mendengar adzan sholat Sholat Jum`at. Waktu itu aku berada di komplek yang berdekatan dengan Masjid Fatimatuz Zahra Purwokerto. Setelah selesai sholat dan dzikir batinku terasa luruh, gundahku merembas seperti menghilang, kegelisahanku musnah ke arah antah berantah. Tiba-tiba aku teringat dengan beberapa teman. Salah satunya adalah Rifki. Dia adalah mahasiswa UNSOED dari luar pulau jawa karena transmigran dari Kalimantan, dia tinggal di sebuah asrama mahasisiwa khusus untuk anak transmigran. Aku menghubungi dia usai sholat Jumat, bermaksud meminta tolong.
Setelah aku menghubunginya, dia meminta aku untuk berkunjung ke asramnaya di asrama Transmigran itu. Aku bergegas menuju ke asramanya, sesampainya di tempat tersebut, aku menceritakan dengan terus terang maksud kedatanganku, yaitu meminjam uang untuk melengkapi kekurangan untuk bayar registrasi. Dan sayang nya dia sedang tidak ada uang bahkan dia mengaku uangnya tinggal beberapa lembar buat makan bebeberapa hari ke depan. (Ternyata belakangan baru tahu hal semacam ini menjadi momok buat mahasiswa dengan uang saku kiriman terbatas).
Aku benar-benar belum menemukan jalan keluar, kemudian aku teringat lagi rekomendasi mas Syaeful yaitu bapak Rizky Februansyah. Kebetulan di handphone sudah aku simpan nomer beliau, Aku sms beliau dengan bahasa sopan dan jujur yang intinya memberitahukan bahwa aku yang merupakan kenalan mas Syaeful diminta untuk minta bantuan kepada beliau.
<photo id="9" />
(Apapun selama itu demi meraih mimpi, aku tak akan pernah menyerah berjuang.)
Aku belum mendapatkan balasan sms dari bapak Rizki, sementara temanku Rifki datang menghampiriku dan memberitahukan bahwa salah seorang temannya yang merupakan mahasiswa Fakultas peternakan UNSOED katanya bisa membantu aku karena kebetulan temannya itu baru mendapatkan dana lomba dari PKM (Program Ketrampilan Mahasiswa). Demi Allah, di detik itu, Aku seperti mendapatkan kabar baik, aku juga mendapat nomernya dan aku simpan di handphone ku.
Sesaat setelah aku sms ke nomer tersebut, dia bilang akan bantu aku besoknya yaitu hari sabtu tanggal 10 Juli 2010, hari deadline pembayaran akhir untuk registrasi. Aku cemas aku masih ingat aku baru mendapatkan uang sebesar Rp.1.000.000. dari total Rp.4.450.000. Entah dengan cara apa lagi harus aku usahakan.
Sore itu, tercatat oleh langit, Juma`at 09 juli 2010, aku masih terus kepikiran, aku pulang ke pesantren dan mencoba menghilangakan sejenak kegundahan tersebut. Seperti biasa aku mengikuti jadwal pesantren seperti ngaji, dan baca Al Qur`an. Setelah itu aku berdoa dengan pengharapan penuh bahwa akan datang sebuah kemudahan.
Setelah agenda di pesantren sampai jam 9, aku segera berangkat ke tempat mas Syaeful Di daerah kawasan kampus UNSOED dengan menggunakan sepeda BMX. Jalanya lumayan menanjak jika berangkat dari arah Kebondalem Purwokerto menuju kawasan kampus. Aku terbiasa melakukan perjalanan ke tempat mas Syaeful. Namun malam itu terasa berbeda.Kawan, sungguh badanku terasa berat, aku benar-benar kelelahan. Aku lupa kalau aku belum makan selama beberapa hari, masih ingat makan terkahir adalah makan kemarin.Sungguh tidak bernafsu untuk makan.Tapi aku benar-benar tidak mau menyerah. Aku bertekad mencari pinjaman uang sebesar Rp.3.450,000 lagi. Jangan menyerah.
Aku menyampaikan ke mas Syaeful pada saat itu. Mas Syaeful ingin membantu kala itu, tetapi beliau baru saja memberi setoran untuk investor di rumah makannya. Aku bingung teramat sangat. Aku pun mencari bantuan pinjaman ke teman-teman ku. Aku pun menuju ke kosan mas Yomi dan mas Arif. Aku menaruh harapan besar kala itu.
Malam telah larut, udara di sekitar kawasan kampus pusat Unsoed mulai dingin ganas mencucuk.tulang. Sekitar pukul 22.30 WIB aku sampai di tempat mas Yomi dan mas Arif. Mereka benar-benar merasa prihatin dengan keadaanku. Sungguh aku tak berdaya saat itu. Kedua teman dekatku ini, mas Yomi dan mas Arif pun ikut sedih. Basah mata tidak bisa aku tahan, kala itu aku tiba – tiba terharu ketika mendapati mereka menyerahkan dompet dan isinya kepadaku. Waktu itu mas Yomi memberikan aku uang sebesar Rp.200.000, karena di dompetnya tinggal 5 ribu rupiah. Sedangkan mas Arif menyerahkan uang sebesar Rp. 300.000 karena yang tersisa di dompet tinggal Rp.2000 di tambah receh Rp.500 uang logam. Mereka berdua mengatakan kepadaku kalau aku di suruh memakai saja uang tersebut, boleh dikembalikan jika aku sudah mapan dan sudah menjadi orang sukses. Sangat berterima kasih sekali ya Allah. Meskin waktu itu batinku perih, namun sadar bahwa perjuangan meraih mimpi itu butuh pengorbanan yang tak terkira.
Kawan, Moment itu benar-benar tak akan pernah aku lupakan dalam hidup. Serupa rekaman ke abadian yang berjejal mengisi memori perjalanan hidup ini. Saat, itu ditangan sudah terkumpul uang sebesar Rp.1.500.000 yang tidak lain dan tidak bukan adalah berkat jasa-jasa teman-temanku. Sementara dari Universitas memberi keringanan sebesar Rp.2.500.000 jadi total kurang adalah Rp.1000.000. Aku masih belum menyerah.
Saat itu sepeda BMX yang aku pakai memang memiliki masalah dengan rantainya. Sepeda tersebut termasuk sepeda BMX model tua, sudah beberapa kali rusak parah, rantainya selalu dilumuri oli bekas dan suka lepas kalau di pakai dan pasti tanganku akan sangat kotor dikarenakan oli nya. Aku benar-benar kesal jika sedang mengalami hal itu. Dan ternyata hal itu menimpa aku saat aku sedang dalam kondisi yang sangat kritis tersebut.
Aku benar-benar merasa sangat lelah, malam semakin larut hingga pukul 23.45 WIB waktu aku tengok di handphone Nokia Pholiphonic ku, tetapi aku tak mau menyerah, Aku menyusuri jalan penuh bebatuan di sebuah gang, bertujuan untuk mencari kosan seorang teman yang katanya bisa memabantu.Aku mengendarai sepeda BMX yang aku pakai, namun karena jalan bebatuanya rusak parah maka berkali-kalai rantai sepedaku lepas, tanganku blepotan berlumuran oli, udara malam kala itu memang mulai dingin mencucuk tulang. Aku bertemu dengan seseorang yang katanya bisa membantu aku, namun ternyata dia juga sedang tidak ada duit, dia meminta maaf dengan sangat menyesal belum bisa membantu. Namun kawan, ada yang ganjil. Dia menjabat tanganku, aku merasakan seakan-akan dia meninggalkan sesuatu di tanganku, disela-sela jemari aku medapati uang Rp.100.000 rupiah. Ya Allah hatiku terluka sekali saat itu, itukah aku saat itu? Kawan, Aku bahkan di beri uang dari orang yang belum aku kenal, apa bedanya aku dengan pengemis? batinku menangis, ragaku lemas lunglai, aku malu sekali aku memanggilnya untuk menolak pemberianya namun orang tersebut sudah pergi. Malam yang begitu kelu.
<photo id="10" />
(Cahaya itupun mulai tampakan pendar sinarnya. Aku pun bersyukur Allah maha adil untuk memberikan apa yang hambanya pernah perjuangkan.)
Setelah itu temanku menghubungi seluruh teman-temanya untuk membantu aku, namun aku menolak jika terkesan seperti meminta sumbangan, jadi aku putuskan meminjam BUKAN meminta. Aku merasa hina jika aku meminta, maka aku bersih keras untuk hanya meminjam. Sehingga temanku mengenalkanku kepada temanya yang lain dan memintaku untuk bekerja supaya di pinjami uang. Aku sempat akan menyetujuinya namun setelah tau bahwa jam kerjanya dari pukul 07:00-16:00 WIB aku buru-buru menolaknya, karena bagaimana mungkin aku menerima jam kerja yang akan berbenturan dengan jam kuliah nantinya, sungguh aku begitu kesal.
Kawan, malam itu aku pulang dengan badan yang tinggal ambruk, Fikiranku porak poranda, bahkan aku begitu sangat menderita. lupa makan, kurang tidur dan jarang tersenyum. Sesampainya di Pesantren pukul 01:30 WIB tanggal 10 juli 2010. Aku ambruk tertidur dan tiba-tiba bangun sudah subuh saja.
Sabtu 10 Juli 2010 # hari terakhir deadline untuk pembayaran, di ingatanku hanya masih ada 2 kemungkinan yang harus aku dapatkan untuk meraih kesempatan menjadi mahasiswa UNSOED. Yaitu janji mahasiswa peternakan UNSOED yang kemarin jumat katanya baru bisa memberi bantuan besoknya yaitu hari sabtu, dan hari itu adalah hari sabtu. Segera aku ingin kesana.
Pukul 07:00 WIB sabtu 10 Juli 2010. Aku pergi menuju ke asrama mahasiswa transmigran, kala itu aku belum makan dan merasa tidak butuh makan. Sebelum menuju ke rumah mahasiswa transmigran, aku mencoba melihat kampus pusat rektorat terlebih dahulu. Aku penasaran untuk mencoba mengurus beasiswa karena benar-benar sangat kesusahan saat itu.
Aku pun mengahadap salah seorang pegawai di kantor administrasi dan bertanya banyak tentang beasiswa, aku menjelaskan tentang keadaanku dengan penuh diplomatis, beliau adalah Bapak Kusja, seorang pegawai bagian administrasi Pusat kampus kala itu. Aku berdiskusi dengan beliau, beliau sangat baik dan sangat ingin membantu aku.Waktu itu beliau menyuruhku untuk masuk beasiswa bidik misi, dan aku sangat bahagia kala itu.
Saat itu memang yang antri ada banyak sekali, namun aku tidak tahu kenapa, ketika aku datang aku langsung mendaptakan giliran, waktu itu seingat aku di tanya jalur SNMPTN atau SPMB, pas aku bilang SNMPTN , aku langsung di minta menghadap.
Hatiku masih berbunga-bunga kala itu karena mendengar sendiri diminta mendaftar beasisiwa bidik misi, kemudian dengan senyum sehangat mentari pagi, pak Kusja mengambilkan aku beberapa kertas yang harus aku isi, Akupun mengisi dengan tenang. Sementara bapak Kusja sibuk mengangkat telephone dari tamu.
Setelah aku hampir selesai mengisi semua kolom yang perlu di isi, tiba-tiba pak Kusja menanyakan tentang sesuatu yang membuatku terperanjat, yaitu beliau bertanya tentang tahun kelulusanku saat aku lulus dari SMA? Aku kaget kenapa beliau bertanya seperti itu. Namun, semua harus di jawab dengan jujur. Maka aku jawab kalau aku lulus SMA pada tahun 2009, aku jelaskan bahwa waktu itu setelah lulus dari SMA kemudian lanjut ke Magistra Utama untuk 1 tahun program Managemen Informatika terlebih dahulu baru kemudian lanjut kuliah.
Mendengar jawabanku bapak Kusja menanyakan lagi tentang tahun kelulusannku. Akupun sama menjawab tahun 2009. Saat itu pak Kusja merasa sedih dengan aku, karena kata beliau beasiswa bidik misi hanya untuk mahasiswa baru lulusan tahun 2010, kalau tahun 2009 dengan sangat minta maaf tidak bisa. Pun juga dengan permintaan penundaan pembayaran yang sempat aku ajukan, beliau bilang tidak bisa. Saat itu aku kaget, semua perasaan bercampur jadi satu. Aku merasa di khiantai kenyataan. Aku merasa dunia begitu keras dengan keadaanku, aku merasa beban begitu berat menindihku. Namun aku tak akan pernah menyerah.
Saat itu aku larut dalam sebuah kepedihan menerima pahitnya perjuangan ingin kuliah, demi Allah saat itu batinku begitu kecewa. Dengan hati robek tersayat-sayat, aku serahkan kembali kertas yang sudah hampir selesai aku isi tersebut. Aku mengucapkan terima kasih dan salam kepada bapak Kusja saat itu. Beliau sebenarnya sangat ingin sekali membantu aku, namun apa daya kungkungan sistem telah menahanya untuk berbuat lebih. Birokrasi yang terkadang menahan untuk berbuat lebih dari yang seharusnya. Aku pun tak patah arang.
Aku seperti digilas-gilas keganasan sang waktu, merenggut aku dari seluruh moment-moment indah, aku telah membiarkan badanku kusut masai, kurang makan dan berat badanku pun juga turun drastis, mataku menghitam seperti mata panda, senyum ku pun hilang entah kemana rimbanya. Aku benar-benar hampir putus asa, Namun aku tetap tak ingin menyerah sekali lagi aku pasti bisa lulus dari ujian itu.
Setelah keluar dari ruang Administrasi Pusat , aku mendapati sms masuk di hp ku. SMS itu berasal dari bapak Rizki yang isinya menanyakan tentang apa yang bisa beliau bantu untuk aku. Waktu itu aku kepikiran bagaimana kalau menunda saja, tetapi hal yang membuat aku takut adalah namaku di coret dari daftar mahahsiswa baru — yang mana itu berarti sama saja aku batal menjadi mahasiswa. Terlalu berisiko.
Jadi aku balas sms bapak Rizky Februansyah dengan permintaan tolong untuk membantu meminta penundaan pembayaran yang masih kurang Rp.1000.000.
Setelah aku membalas sms tersebut aku tunggu tapi tidak ada balasan, aku hendak menelepon tetapi tidak berani karena belum kenal dekat dengan beliau sehingga aku mencoba untuk melanjutkan langkah-langkah menjemput nasib berspekulasi dengan takdir menuju ke Asrama mahasiswa Transmigran. Aku tak akan pernah menyerah untuk berjuang.
Setelah sampai disana aku menunggu orang tersebut, Aku membayangkan seandainya temanya Rifki tersebut ada dan memiliki uang, aku merasa beban di pundak itu benar-benar hilang. Aku sms dia, tapi tidak ada balasan, padahal dia sendiri yang bilang kalau tanggal 10 juli 2010 aku di minta ke asramanyatetapi malah tidak ada.
Keadaan saat itu, masih sepi dan saat itu aku sempat berusaha untuk menelepon. Dari suara telepon terdengar seperti dia sedang dalam perjalanan. Dengan begitu mudahnya dia mengatakan kalau kemarin itu bercanda, soal uang yang katanya dari PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) itu ternyata fiktif alias tidak nyata. Uang tersebut sudah dari dulu di pakai buat proyek memilihara kambing dan sapi mahasiswa peternakan. Jadi semuanya adalah bercanda.
Mendengar alasan dan tanggapan telepon dari dia, darahku mendidih. Aku marah-marahin dia di telepon sejadi-jadinya. Waktu itu sedang sepi. Benar-benar sakit hati sekali rasanya disaat sedang sangat membutuhkan dana yang notabene kritis malah ada orang lain yang menganggap bercanda, benar-benar lengkap sudah penderitaanku. Aku langsung mengambil sepeda dan menuju ke kampus lagi. Dan seperti biasa sepeda yang aku pakai rantainya lepas, dan tangankupun belepotan terkena oli hitam yang melumuri rantai sepeda tersebut. Lengkap sudah.
Saat itu sudah pukul 10:30 WIB sabtu 10 Juli 2010, deadline pembayaran tinggal 1,5 jam lagi karena maksimal pembayaran jam 12:00 WIB, Aku benar-benar bingung saat itu. Aku lelah, cape dan merasa kurang tidur, aku lapar, aku ingin mengadu namun kepada siapa? Apalagi sms dari bapak Rizki saat itu belum sampai. Ya allah saat itu aku hampir pasrah dengan semua keputusan. Aku lemas dan benar-benar terasa sakit sampai ke ulu hati, menerima kenyataan betapa susahnya ingin bisa berkuliah untuk orang kampung seperti aku.
Setitik energi menetes dari terik matahari yang menyengat kulit, bahwa aku harus bangkit, aku harus tegak berdiri memperjuangkan mimpi ini. Aku tak ingin kalah dengan keadaan. Aku pun bergegas melakukan ikhtiar lainya menuju ke Kantor Pusat administrasi Universitas Jenderal Soedirman.
Kawan, Sungguh skenario yang indah dari-Nya. Ketika akan masuk tiba-tiba aku berpapasan dengan Bapak Rizki Februansyah. Aku menyalaminya dan beliau kemudian menyuruh aku untuk menghadap bapak Kusja. Kala itu bapak Rizki terlihat terburu-buru. Aku pun saat itu juga langsung bergegas menuju ke ruang bapak Kusja.
<photo id="11" />
(Semua perjalanan pasti akan ada ujung dimana kita akan sampai, berjuang tanpa lelah adalah sebaik-baik usaha pencapaian itu.)
Setibanya di ruang bapak Kusja, aku melihat suasana telah berubah.Wajah beliau tidak tampak seperti waktu tadi pagi ketika bertemu dengan aku. Ada yang lain, sungguh berbeda. Yang ini begitu asing. Saat itu bapak Kusja bilang kepadaku, “Selamat Anda Resmi Menjadi Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman”. Seperti petir menyerbu menyambarku, aku masih mematung beku, Mataku berkaca-kaca. Aku merasa ada cairan aneh meleleh dipipiku, cairan asin yang begitu terasa mengharukan, aku menangis namun tak bersuara. Subhanaalllah, Engkau maha penolong, Ya Allah. Badanku yang layu menjadi kuat lagi dan mata yang kurang tidur itu mendadak menjadi bersinar-sinar. Tiba-tiba sel otot-otot di bibirku terasa ada yang berkontraksi, seperti berkelindan dan terasa ada kebahagiaan yang keluar, bibir ini pun tersenyum, air mata berkaca. Pipi basah berlinang-linang.
Alhamdulilah ternyata bapak Rizki Februansyah telah menghubungi kepada bapak Kusja secara langsung, aku tidak tahu apa yang telah beliau lakukan. Namun dari hasil surat yang aku terima di situ ada pernyataan bahwa sisa pembayaraan yang belum lunas adalah sebanyak Rp.1000.000 dan boleh di bayar di semester depanya. Ya Allah inikah pertolongan-Mu itu? Subhanallah
Aku pun memberi kabar kepada mas Syaeful beserta mas Yomi dan mas Arif. Mereka sangat bersyukur, akhirnya perjuanganku benar-benar terwujud. Selanjutnya aku pun segera memberi kabar kepada keluarga di rumah. Aku menceritakan semua perjuanganku saat ingin mencari uang untuk bayar kuliah supaya bisa resmi menjadi mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman Sastra Inggris Angkatan 2010.
Aku terharu ketika mendengar suara Kakek, Nenek dan bapakku dari telepon, suara nenek terdengar seperti ada isak yang tertahan. Aku tahu pasti neneku disana menangis tidak tega kepadaku karena kesusahan yang aku alami. Karena pada saat yang bersamaan sebenarnya di kampungku sedang berlangsung musim panen. Di rumahpun sebenarnya jika di usahakan akan ada uang kalau diminta. Namun sekali lagi aku berkeinginan tidak menyusahkan mereka lagi, sehingga aku berkeinginan kuat untuk belajar mandiri sampai sekarang, walaupun orang tua juga tetap tidak lepas tangan, kalau aku butuh uang mereka akan mengirimkannya untuk aku.
Kawan, jika mimpi kita tersandra oleh keadaan maka kitalah yang harus menjadi pahlawan untuk memperjuangkannya sampai benar-benar mimpi itu terwujud menjadi nyata. “Manis selalu akan terasa setelah mengecap yang pahit” itulah essensi perjuangan sebenarnya. Dan ingat selalu bahwa perjuangan berdarah-darah menjadi nominal yang pantas untuk menebus impian kita. Dan Jangan lupa yang paling penting dari semua itu adalah kita mau berbagi.
Bisa berkuliah merupakan sejarah baru dalam silsilah keluargaku, keluarga buruh tani di sebuah kampung / pedukuhan kecil bernama Sigedeg, Tanjungsari Kec. Wanasari Kab. Brebes. Jawa Tengah. Aku bersyukur karena Allah mengizinkan hambanya untuk bisa mencicipi manisnya “madu ilmu” di sebuah Universitas Negeri. Catatan besar yang pernah aku torehkan dalam hidupku adalah aku sebelumnya tak pernah berani memikirkan hendak masuk ke Universitas manapun, karena aku tidak berani bermimpi, mimpiku kala itu telah terpenggal, terpasung keadaan, namun seperti ajian “rawa rontek” , meski terpenggal namun masih mau untuk tetap menghidupkan kembali mimpi-mimpi . Jadilah pahlawan untuk mimpi-mimpi yang tersandra oleh keadaan. Jangan pernah menyerah.
Sekarang aku mahasiswa yang mencoba ingin terus belajar dari berbagai hal, menyelesaikan yang sudah aku mulai serta mengorek sisi tak terlihat dari hal-hal yang menantang. Terus menegakan angan. Aku terus meniti langkah menjaringan impian yang berserakan di langit harapan. Menyatukannya, mewujudkannya menjadi nyata satu persatu.
<photo id="3" />
(Semua ada saatnya, berjuang sekuat tenaga selanjutnya adalah menunggu.)
Kawan, jangan pernah menyerah memperjugkan impian kita. Yakinlah, akan ada cahaya cerah masa depan menanti di ujung sana. Perjalanan menapaki harapan dibawah titah Tuhan akan selalu menjadi perjuangan yang mendebarkan. Selamanya jangan menyerah untuk berjuang mewujudkan impian. Karena Allahlah yang akan selalu menolong hamba-Nya yang yakin.
Raih Impian “Innallaha Ma’ana”
(Minta doanya untuk dimudahkan dalam mewujudkan impian terbesar yaitu mendirikan Yayasan sosial UNGGUM MANDIRI FOUNDATION, langkah yang sedang ditempuh adalah denga berusaha untuk menjadi penulis mega best seller dunia dan pengusaha miliarder dunia yang bisa bermanfaat untuk menolong orang banyak.)
( Tulisan ini telah di ikut lombakan dalam lomba menulis dengan tema " Kisah Nyata Inspiratif yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumah Zakat Pusat, dan berhasil meraih juara favorit diseleksi dari 308 karya terbaik yang terseleksi )
<photo id="1" />
(Aku siap berjuang melanjutkan langkah mewujudkan mimpi-mimpi itu)
Silaturahmi dengan penulis :
Like Fan Page : Sang Pembelajar : ( http://facebook.com/andiyantosangpembelajar)
FollowTwitter @andiyantosmile
Pin BB 5514EF42
Visit my blog : http://andiyantosangpembelajar.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :