Di catat pada : Selasa 22 Juli 2014 Pukul 04:58
WIB di Wisma Albanna (Wisma Binaan), Purwokerto, Jawa Tengah
Barangkali kedukaan
mendalam merupakan alasan yang tepat untuk menjadi “sebab” sendu hati kaum muslim di sekitarku.
Saat sujud-sujud panjang dalam rakaat yang penuh kesadaraan implementasi dari
ikhsan dan iman yang melekat dalam hati. Semua serba berjalan apa adanya, tentu
kekhusyukan yang tercermin dalam pemahaman seolah –olah Allah azza wajjala
melihat ibadah setiap hamba-hamba-Nya. Meyakini bahwa tuhan seolah-olah berada
di depan dan menatap hamba-hambanya penuh cinta. Bahkan jika tak berlebihan aku
katakan Ia telah membelai-belai kami dengan penuh kasih dan sayang. Hingga
permunajatan doa-doa berpilin ke arasy-Nya begitu saja mengalir. Saat sujud-sujud
panjang dalam rokaat sholat subuh tadi.
Denyut-denyut
kedukaan terus merambah hati-hati kami. Hingga tak terasa kelopak mata seolah
berat ingin tumpah, barangkali itulah air mata pengakuan atas rasa
persaudaraaan sesama muslim dalam satu ikatan iman teruntuk mujahid warga
palestina. Deraan kemelut yang terus mengintimidasi, selalu membuatku teringat
tentang dera kekejaman yang menerkam mereka dalam waktu yang tak terkirakan,
teringat darah tercecer dari korban luka anak-anak palestina yang bersimbah di
hajar rudal-rudal zionis terlaknat itu. Teringat tentang gambaran
bangunan-bangunan bersemayamnya cinta keluarga-keluarga warga Palestine yang
tiba-tiba hancur bersamaan dengan hancurnya cinta mereka lantaran orang
tersayang terenggut oleh misil-misil zionis. Mereka hancur dan di binasakan,
hati siapa kan rela mengetahui hal ini? Siapa saja yang mengaku beriman
harusnya terbit rasa berat menanggung duka ini.
Sekali lagi, Semua
derita itu menjadi beban duka umat muslim sedunia, termasuk muslim-muslim di
Indonesia. Betapa tidak, menyaksikan saudara seimannya di tindas namun seolah
hilang gerak langkah untuk menuntut, selalu saja hak Veto Amerika yang menang
memihak Isral di PBB dan unjung-ujungnya membiarkan Israel membombardir
Palestina dengan penuh angkara murka kekejian. Seolah kejahatan perang di
anggap seperti mainan anak-anak, mainan kucing-kucingan, selalu menjadikan
apapun kesempatannya Palestina sebagai tikusnya yang di terkam oleh Israel
dengan berbagai alibi-alibi busuk. Bahkan tak pantas di sebut perang lebih
tepat sebut saja pembantaian.
Tangis-tangis dalam
sholat itu bergemuruh terdengar di telinga sadarku baik yang datangnya dari
Sang Imam atau dari jamaah lainnya di samping kanan dan kiriku, Tepat di baris
shaf pertama, kudengar bacaan ayat suci alqur`an yang tartil, indah, merdu
penuh penghayatan, membuat kekhusyuaan sholat pada titik tak terkatakan
tenangnya. Lantaran mic yang di kenakan sang Iman, tangisnya pun terdengar oleh
jamaah. Tangis duka bahasa nalurinya itu menjadi isak-isak penuh penghayatan
yang berpendar ke berbagai sudut-sudut hati jamaah, hingga akhirnya aku pun
ikut hanyut dalam memoir mengharukan itu. Dimana saat hati-hati tertambat pada
sang penguasa , saat yang bersamaan jiwa juga sedang menghadap Allah azza
Wajala dalam tunduk sujud yang benar-benar tunduk penuh penghambaan. hanyut
dalam penyemaian doa-doa yang di panjatkan kepada-Nya.
Setiap doa-doa
dalam sujud-sujud panjang subuh tadi menjadi bukti pengakuan atas rasa
persaudaraan sebagaiman sabda panglima dakwah sepanjang zaman “Sejatinya sesama
muslim satu dengan muslim satu lainnya adalah seperti satu tubuh, jika satu
terluka maka satu tubuh itu akan merasakan demamnya juga”. Dan itu pula yang
kami rasakan.
Ketika
salam dalam takhiyat akhir terucapkan oleh imam, kemudian seperti dalam bagian
rukun shalat itu, akan ada salam sambil tengok ke kanan dan ke kiri. Yang
kudapati wajah-wajah sembab di sebelah kanan dan kiri ku tampak begitu perih
menyayat. Sisa-sisa air mata di kelopak mata itu terlihat kuyu menggenang, aku
lihat alas tempat ia sujud telah basah. Aku menerka-nerka dalam diam yang tak
terkatakan bahwa bisa jadi itulah air mata yang selama doa dalam sujud-sujud panjangnya
terpanjatkan tadi dan sisa –sisa di kelopak matanya adalah air mata sisa yang
menggenang di pelupuk mata lantaran sudah tidak ada lagi yang bisa di
keluarkan.
Bahwasaanya doa
ikhlas itu tanpa terasa akan mengundang air mata untuk menitik, melukis bening
harapan, bahkan jika tak berlebihan air mata dalam doa itu bisa saja mengalir
di alur sungai di pipi kita.
Yang perlu kita
yakini, ada banyak hal bisa kita lakukan untuk saudara kita disana.
#Free Palestine
#Save Gaza
#Gaza Under attack
( Subuh tadi yang
dingin, usai iktikaf, sahur bersama dengan warga-warga dari kota jauh yang
berkunjung untuk memperoleh berkah 10 hari terakhir Ramadhan dengan Iktikaf di
Masjid Fatimatus Zahra , Purwokerto. )
PIN BB
7436105E
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca tulisan di atas, silakan berikan tanggapan/ komentar/ inspirasimu di bawah sini :